Kumbanews.com – Wakil Bupati Luwu Utara, Muhammad Thahar Rum, memimpin Rapat Koordinasi dalam rangka mengantisipasi terjadinya kelangkaan gas elpiji 3 kg, Kamis (9/5/2019), di Ruang Rapat Wakil Bupati.
Rakor ini dilaksanakan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM (DP2KUKM) dan dihadiri JR. Sales Executive LPG I Region VII Wilayah Parepare Haerul Anwar, para agen dan pangkalan elpiji serta Perangkat Daerah terkait.
Wabup Thahar dalam arahannya mengatakan bahwa persoalan kenaikan harga sembako, BBM, dan gas elpiji selalu menjadi tren menjelang Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri. Untuk itu, kata Thahar, perlu upaya bersama untuk mengatasi masalah tersebut. “Terus terang, tiga hal ini pengaruhnya luar biasa bagi masyarakat. Untuk itu, hari ini kita duduk bersama guna menyikapi hal ini agar segera bisa kita atasi, terutama terkait gas elpiji 3 kg,” ujar Thahar.
Sementara itu, Kepala DP2KUKM, Muslim Muhtar, mengatakan, salah satu faktor terjadinya kelangkaan gas elpiji 3 kg karena banyak pemakai gas elpiji 3 kg dari kalangan masyarakat ekonomi menengah ke atas. Padahal pengguna gas elpiji 3 kg itu sejatinya adalah masyarakat kurang mampu.
”Kenapa terjadi kelangkaan seperti saat ini, karena banyak yang menggunakan gas elpiji 3 kg dari kalangan ekonomi menengah ke atas. Bukan untuk dia pakai. Harusnya gas elpiji 3 kg ini untuk masyarakat prasejahtera,” tegas Muslim.
Soal mahalnya harga gas elpiji 3 kg, Muslim menjelaskan bahwa pengelolaan distribusi gas elpiji itu hanya sampai di tingkat pangkalan, bukan di pengecer. Tapi kenyataan yang ada di lapangan, ungkap Muslim, ada yang namanya pengecer menjual gas elpiji ke pengguna perorangan.
“Meskipun Pertamina sudah menentukan ada 30% dari pangkalan bisa didistribusi ke pengecer, tapi persoalan di lapangan, pengguna perorangan membeli ke pengecer. Nah, sudah pasti naik harganya,” terang Muslim.
Ia mengungkapkan, sebenarnya sudah ada regulasi terkait penentuan harga eceran tertinggi (HET) untuk gas elpiji 3 kg, tapi itu hanya berlaku di tingkat pangkalan saja.
“Walaupun kita sudah tentukan dengan Perbup bahwa HET untuk di pangkalan itu hanya Rp 17.200, tapi yang terjadi di pengecer sudah di atas Rp 20 ribu. Bahkan ada yang sampai Rp 35 ribu. Nah, pertanyaan sekarang, siapa yang mau kita salahkan. Di sini berlaku hukum ekonomi juga,” jelas Muslim.
Guna mengantisipasi kelangkaan ini, Muslim mendorong pihak pertamina segera melakukan peralihan gas elpiji 3 kg ke gas elpiji 5,5 kg. “Program peralihan gas elpiji 3 kg ke gas elpiji 5,5 kg ini sangat baik dalam rangka memenuhi kebutuhan gas elpiji 3 kg bagi masyarakat yang memang berhak memakainya,” katanya.
Untuk itu, ia meminta Pertamina segera menyiapkan infrastrukturnya (baca: tabung). “Siapkan maki tabung gas elpiji 5,5 kg dan insya Allah, kita akan data seluruh ASN untuk segera melakukan peralihan,” tandasnya.
Pada kesempatan yang sama, JR. Sales Executive LPG I Region VII Wilayah Parepare Haerul Anwar mengungkapkan bahwa alokasi reguler gas elpiji 3 kg untuk Luwu Utara itu ada 186.480 tabung per bulan.
“Kalau kebutuhan itu meningkat, ada alokasi fakultatif atau penambahan sebesar 319.020 tabung. Jadi ada kenaikan sekitar 17%. Untuk bulan Ramadan ini ada sekitar 218.400 tabung,” ungkap Haerul.
Masih kata Haerul, persoalan kelangkaan dan mahalnya gas elpiji di bulan Ramadan tidak hanya terjadi di Lutra saja, tetapi juga terjadi di wilayah Luwu Raya, Parepare, bahkan di Sulbar juga terjadi masalah yang sama. Ia juga memberi saran agar Pemda Lutra segera membuat regulasi di tingkat pengecer terkait HET.
“Untuk pengecer, kita tidak bisa tindaki. Soalnya di luar kewenangan kami. Kecuali pangkalan, kita masih bisa beri teguran dan sanksi, bahkan pencabutan untuk dinonaktifkan sebagai pangkalan,” jelasnya. (*)