Keledai Gaza/Net
Kumbanews.com – Sebuah operasi penyelamatan hewan yang dilakukan LSM Israel Starting Over Sanctuary menuai kecaman setelah diketahui menggunakan Bandara Liege di Belgia sebagai pusat transit untuk mengangkut puluhan keledai dari Gaza ke tempat perlindungan di Prancis.
Kritik menguat karena evakuasi hewan ini dilakukan di tengah kelaparan massal dan krisis kemanusiaan yang memburuk di Gaza.
Menurut laporan media Belgia, pada akhir Juli kelompok tersebut telah menyelesaikan penerbangan kesepuluhnya, mengangkut 50 keledai melalui Liege menuju Prancis selatan.
“Bandara hanya menyediakan infrastruktur,” kata juru bicara Bandara Liege, Christian Delcourt, seraya menegaskan bahwa hewan-hewan itu singgah kurang dari 24 jam dan sebagian besar tiba dalam kondisi kesehatan buruk.
Pihak LSM mengklaim operasi ini netral dan murni kemanusiaan.
“Kami dipandu oleh belas kasih dan rasa hormat yang mendalam terhadap kehidupan,” ujar Sharon Cohen, aktivis Israel yang memimpin Starting Over Sanctuary, seperti dimuat New Arab, Jumat, 8 Agustus 2025.
Ia menyebut kelompoknya telah mengevakuasi sekitar 600 keledai sejak Oktober 2023 melalui Flying Donkey Project.
Namun, laporan lembaga penyiaran publik Israel Kan menuduh tentara Israel mencuri ratusan keledai dari Gaza, bekerja sama dengan organisasi Israel serta mendapat dukungan dari pihak Belgia dan Prancis.
Hewan-hewan tersebut, yang menjadi alat transportasi penting bagi warga Gaza akibat kelangkaan bahan bakar dan hancurnya infrastruktur, diduga dibawa keluar untuk mencegah penggunaannya dalam upaya rekonstruksi.
Kecaman juga membanjiri media sosial. Banyak yang mengecam tindakan Israel karena dinilai menyepelekan nyawa manusia.
“Israel telah mencuri alat transportasi terakhir di Gaza, keledai. Bagi mereka, nyawa warga Palestina kurang berharga daripada hewan,” tulis kreator konten Ryan Rozbiani di X.
Sementara itu, penulis dan penyair Palestina Mosab Abu Toha menyatakan: “Pendudukan berpura-pura peduli terhadap nyawa keledai sambil membunuh puluhan ribu warga Palestina.”
Di sisi lain, badan-badan kemanusiaan memperingatkan bahwa kelaparan kian meluas di Gaza.
Juru bicara UNICEF, James Elder menyebut kelaparan dan dehidrasi kini menjadi dampak garis depan dari konflik, bukan efek samping.
UNICEF mencatat hanya 40 persen fasilitas air minum yang masih beroperasi, dan kekurangan bahan bakar berisiko menutupnya sepenuhnya dalam beberapa minggu.
Sumber: RMOL