Kumbanews.com – Nama Bripda Fauzan Nur Mukhti kembali menghebohkan publik. Anggota Polres Toraja Utara itu resmi dipecat tidak dengan hormat (PTDH) setelah terbukti menelantarkan dan melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap istrinya, R. Sidang kode etik yang digelar Bidang Propam Polda Sulsel menetapkan Fauzan melakukan pelanggaran berat yang tak bisa ditolerir.
Kabid Propam Polda Sulsel, Kombes Pol Zulham Effendi membenarkan putusan tersebut.
“Iya, Bripda Fauzan di-PTDH,” ujarnya. Ia menegaskan bahwa selain pelanggaran etik, dugaan KDRT dan penelantaran juga sudah diproses oleh Ditkrimum Polda Sulsel secara pidana.
Putusan pemecatan ini menjadi catatan kelam kedua bagi Fauzan. Pada 2023, ia sebenarnya sudah dijatuhi PTDH setelah memperkosa kekasihnya saat itu, R (23), hingga memaksa korban menggugurkan kandungan. Aksi bejat itu dilakukan hingga 10 kali.
Namun hukuman tersebut dibatalkan setelah Fauzan berjanji menikahi korban dan bertanggung jawab. Bandingnya dikabulkan, dan hukumannya berubah menjadi demosi 15 tahun. Keduanya menikah pada Desember 2023.
Namun janji itu justru diingkari. R kembali melaporkan suaminya atas penelantaran dan tidak memberikan nafkah lahir maupun batin, serta mengalami kekerasan psikis. Fakta tersebut terungkap dalam sidang etik.
“Dia mengingkari isi perjanjian itu, lalu mengulangi perbuatan menelantarkan istrinya. Itu fakta persidangan,” kata Zulham. Meski begitu, Propam tetap membuka ruang banding jika Fauzan tidak menerima putusan.
Secara pidana, Fauzan telah berstatus tersangka sejak Juli 2025. Ia dijerat Pasal 9 ayat 1 junto Pasal 49 dan Pasal 5 huruf B junto Pasal 45 tentang penelantaran rumah tangga serta kekerasan psikis. Ancaman hukumannya mencapai 6 tahun penjara dan denda hingga Rp24 juta.
Panit 2 Subdit 4 Renakta Ditreskrimum Polda Sulsel, Ipda Mahayuddin Law, menjelaskan bahwa dugaan penelantaran berlangsung sejak pasangan itu menikah pada Desember 2023. R melaporkan kasus tersebut pada Juli 2024.
“Dalam rentang waktu itu terjadi penelantaran dan kekerasan psikis,” jelas Mahayuddin. (***)





