Tolak Uang Tunai, Toko Dinilai Langgar Hukum dan Abaikan Lansia

Ilustrasi

Kumbanews.com – Sebuah peristiwa yang menyentuh sekaligus memantik perdebatan publik terjadi ketika seorang nenek tidak dilayani membeli roti di sebuah toko karena hanya membawa uang tunai.

Pihak toko disebut mewajibkan pembayaran menggunakan QRIS, sehingga transaksi dengan uang rupiah tunai ditolak. Kejadian tersebut memicu reaksi seorang pria yang berada di lokasi.

Bacaan Lainnya

Pria itu menilai kebijakan toko tidak berpihak pada masyarakat, khususnya warga lanjut usia yang belum terbiasa menggunakan sistem pembayaran digital. Ia kemudian melayangkan protes langsung kepada pihak toko, bahkan menyatakan akan melayangkan somasi atas kebijakan yang dianggap merugikan konsumen.

Aksi tersebut menyita perhatian pengunjung lain. Sebagai bentuk empati, pria itu akhirnya membelikan roti yang diinginkan sang nenek agar ia tetap dapat membawa pulang kebutuhannya.
Menanggapi peristiwa tersebut, akademisi dan pemerhati sosial Ardianto Satriawan menegaskan bahwa penolakan uang tunai rupiah merupakan tindakan yang bermasalah secara hukum.

“Menolak uang tunai rupiah itu melanggar hukum. Dalam kasus ini, si nenek tidak salah,” ujar Ardianto melalui akun X miliknya, Minggu, 21 Desember 2025.

Meski demikian, Ardianto mengingatkan agar kemarahan publik tidak salah sasaran. Menurutnya, pegawai toko bukan pihak yang menetapkan kebijakan pembayaran.

“Pelayan toko bukan pembuat kebijakan dan bukan pihak yang bertanggung jawab. Protes dan somasi semestinya ditujukan kepada manajemen, bukan kepada pegawainya,” tegasnya.

Ia juga menilai kejadian serupa seharusnya dapat dicegah apabila terdapat pengawasan rutin dari otoritas terkait.

“Ini mestinya tidak terjadi jika ada pengecekan periodik dari pihak berwenang. Dengan begitu, toko yang menolak pembayaran tunai bisa langsung terdeteksi,” ujarnya.
Lebih jauh, Ardianto menyoroti peran negara dalam menjamin sistem pembayaran yang inklusif.

“Pada akhirnya, ini juga menjadi tanggung jawab pemerintah,” ucapnya.
Menurut Ardianto, Indonesia membutuhkan sistem pembayaran yang benar-benar ramah bagi seluruh lapisan masyarakat.

“Kita memerlukan metode pembayaran yang tidak bergantung pada telepon genggam dan koneksi internet,” pungkasnya. (***)

 

Pos terkait