Kumbanews.com – Sebuah peristiwa di sebuah toko roti memantik perhatian publik setelah seorang nenek tidak dilayani berbelanja lantaran hanya membawa uang tunai. Pihak toko disebut menolak transaksi rupiah cash dan mewajibkan pembayaran menggunakan QRIS, sehingga sang nenek gagal membeli roti yang dibutuhkannya.
Kebijakan tersebut langsung menuai reaksi keras dari seorang pria yang berada di lokasi kejadian. Ia menilai aturan toko tidak berpihak pada masyarakat, khususnya warga lanjut usia yang belum terbiasa atau tidak memiliki akses terhadap sistem pembayaran digital.
Pria itu menyampaikan protes langsung kepada pihak toko dan bahkan menyatakan akan melayangkan somasi. Menurutnya, kebijakan menolak pembayaran tunai berpotensi merugikan konsumen dan bertentangan dengan prinsip keadilan dalam transaksi jual beli.
Peristiwa itu turut menarik perhatian pengunjung lain. Sebagai bentuk empati, pria tersebut akhirnya membelikan roti untuk sang nenek agar ia tetap bisa membawa pulang kebutuhannya.
Menanggapi kejadian tersebut, analis politik dan komunikasi Hendri Satrio alias Hensat secara tegas membela sang nenek. Ia menekankan bahwa QRIS sejatinya merupakan fasilitas pembayaran, bukan alat yang bersifat wajib.
“Tentang nenek yang enggak bisa beli roti karena cuma bisa bayar pakai uang cash dan enggak punya QRIS, gue dukung si nenek. QRIS itu fasilitas, bukan alat wajib pembayaran,” tegas Hendri melalui akun X miliknya, dikutip Senin, 22 Desember 2025.
Founder Lembaga Survei Kedai Kopi itu menambahkan bahwa uang tunai masih sangat relevan dalam aktivitas ekonomi sehari-hari dan tidak bisa dihilangkan begitu saja.
“Saya juga sering enggak bawa HP kalau belanja. Justru lebih ringkas pakai uang cash,” ujarnya.
Peristiwa ini kembali menegaskan pentingnya inklusi dan keadilan dalam sistem pembayaran nasional. Digitalisasi diharapkan tidak menjadi penghalang akses layanan dasar, terutama bagi kelompok rentan seperti lansia. (***)





