Refly Harun Setuju Masa Jabatan Presiden Ditambah Tapi Tidak untuk Jokowi

  • Whatsapp
Peserta seleksi calon Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Refly Harun menyampaikan pendapatnya saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan calon Hakim MK oleh Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/2/2019). Komisi III DPR menggelar uji kelayakan dan kepatutan bagi 11 peserta seleksi calon Hakim MK. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/wsj.

Kumbanews.com – Ahli hukum tata negara Refly Harun angkat bicara mengenai ide Partai Solidaritas Indonesia mengusulkan masa jabatan presiden.

Menurut PSI, masa jabatan presiden ditambah dari lima menjadi tujuh tahun, tapi dibatasi hanya satu periode pemerintahan.

Bacaan Lainnya

“Saya setuju dengan usulan PSI itu. Tapi, tidak berlaku untuk Jokowi,” ucap Refly usai acara Konsolidasi Jejaring Komisi Yudisial, Bumi Katulampa, Bogor Timur, Sabtu (23/11).

Refly malah mengusulkan masa jabatan presiden satu periode bisa enam, tujuh, dan maksimal delapan tahun. Namun, yang menurutnya paling moderat adalah tujuh atau enam tahun seperti yang terjadi di Filipina.

“Saya usulkan tujuh tahun. Delapan tahun kelamaan karena sudah menjadi dua kali masa jabatan presiden AS jadinya kan, atau bisa lebih dari 1 periode tapi tidak berturut-turut,” usulnya.

Menurut Refly, jabatan presiden yang tepat adalah tetap lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali tapi tidak berturut-turut.

Mengenai usulan presiden boleh lebih dari satu periode namun tidak boleh berturut-turut, Refli berpandangan agar presiden dapat berkonsentrask pada pekerjaannya dan tidak memikirkan pemilihan ulang.

“Jadi masa jabatannya lima tahun, dia berhenti. Kemudian 10 tahun kemudian baru nyalon lagi silahkan. Gak usah dibatasi. karena setelah jeda 5 tahun itu bukan perkara gampang untuk nyalon lagi kan usia dan lain sebagainya,” jelasnya.

“Sekarang kalo misalnya usulan PSI itu diadakan, maka di sini kan usulan pertama hanya satu periode, enam, atau tujuh tahun. Jadi tidak perlu di pemilihan ulang. Kalo ini perubahan terjadi, ya tidak berlaku untuk Jokowi,” katanya.

Hal tersebut untuk menghindari petahana menjadi calon presiden yang akan berdampak pada governance pemilu.

“Kan potensial menggunakan state aparatus, BUMN, TNI, POLRI, BIN, untuk memenangkan petahana,” tandasnya. [rm]

Pos terkait