Pandemik Covid-19 Bisa Naikkan Kemiskinan Hingga 37,9 Juta Orang

  • Whatsapp

Kumbanews.com – Pandemik virus corona baru (Covid-19) yang masih mewabah di dalam negeri, diprediksi bisa meningkatkan angka kemiskinan hingga 37,9 juta jiwa pada masa triwulan II 2020.

Begitulah Ekonom dari lembaga kajian Centre of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Akhmad Akbar Susamto menyampaikan, dalam siaran pers, Selasa (5/5).

Bacaan Lainnya

“Anjloknya pertumbuhan ekonomi serta penerapan restriksi sosial dan mobilitas di berbagai wilayah sebagai akibat pandemi Covid-19, tidak hanya berpotensi mengakibatkan hilangnya lapangan kerja dalam jumlah besar, tetapi juga meningkatkan kemiskinan secara masif,” ujar Akhmad Akbar Susamto.

Meningkatnya angka kemiskinan yang mencapai 37,9 juta orang itu bukan tiba-tiba. Akhmad Akbar Susamto membuat 3 skenario dampak ekonomi Covid-19 dalam masa 3 bulan kedua tahun ini (triwulan II 2020).

Namun, data awal yang diambil Akhmad Akbar Susamto adalah data Maret 2019. Yang menyebutkan bahwa angka kemiskinan di Indonesia telah mencapai 25,1 juta jiwa, atau 9,4 persen dari total penduduk Indonesia.

Meski begitu, jumlah penduduk yang rentan dan hampir miskin jauh lebih tinggi, yaitu mencapai 66,7 juta jiwa, (25 persen dari total penduduk Indonesia), atau lebih dari dua setengah kali lipat jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan.

“Masyarakat golongan rentan dan hampir miskin ini umumnya bekerja di sektor informal dan banyak yang sangat bergantung pada bantuan-bantuan pemerintah,” terang Akhmad Akbar Susamto.

Dari data awal tersebut dan perkembangan penyebaran pandemi Covid-19 dalam penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), ia menilai banyak golongan masyarakat yang bakal mengalami penurunan pendapatan. Atau bahkan harus kehilangan mata pencahariannya, khususnya yang bekerja di sektor informal.

“Apalagi, jika bantuan sosial yang diberikan pemerintah tidak mencukupi atau datang terlambat, golongan rentan dan hampir miskin akan semakin banyak yang jatuh ke bawah garis kemiskinan,” sebutnya.

Lebih lanjut, Akhmad Akbar Susamto mengurai satu persatu terkait skenario terburuk terkait peningkatan angka kemiskinan di Tanah Air.

Skenario pertama, ia menjelaskan, masuk kategori berat. Karena jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan berpotensi bertambah 5,1 juta orang, dengan asumsi penyebaran Covid-19 akan semakin luas pada bulan Mei 2020.

“Tetapi tidak sampai memburuk, sehingga kebijakan PSBB hanya diterapkan di wilayah tertentu di pulau Jawa dan satu dua kota di luar pulau Jawa. Total jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan berdasarkan skenario ini menjadi 30,8 juta orang, atau 11,7 persen dari total penduduk di Indonesia,” ungkap Akhmad Akbar Susamto.

Pada tingkatan lebih berat atau skenario kedua, disebutkan potensi pertambahan penduduk miskin mencapai 8,25 juta orang, dengan asumsi bahwa penyebaran Covid-19 lebih luas lagi. Selain itu, kebijakan PSBB diberlakukan lebih luas di banyak wilayah di pulau Jawa dan beberapa kota di luar pulau Jawa.

“Total jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan berdasarkan skenario ini menjadi 33,9 juta orang, atau 12,8 persen dari total penduduk Indonesia,” tuturnya.

Lebih miris lagi jika meliaht skenario ketiga, yakni prediksi kondisi ekonomi sosial yang sangat berat. Karena Akhmad Akbar Susamto menyebutkan, potensi pertambahan penduduk miskin sudah mencapai 12,2 juta orang, dengan asumsi bahwa penyebaran Covid-19 tak terbendung lagi.

Sementara, kebijakan PSBB diberlakukan secara luas baik di pulau Jawa maupun luar Jawa, dengan standar yang lebih ketat dari yang sekarang diberlakukan.

“Total jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan berdasarkan skenario ini menjadi 37,9 juta orang, atau 14,35 persen dari total penduduk Indonesia,” sebut Akhmad Akbar Susamto.

Apabila situasi ekonomi memburuk daIam waktu yang lebih panjang, maka peningkatan jumlah penduduk miskin akan lebih besar lagi,” pungkasnya. (Rm)

Pos terkait