Kumbanews.com – Nada suara Yusuf mendadak meninggi di ujung percakapannya dengan awak media, Senin (18/5) siang di Pasar Tanah Abang, Jakarta pusat. Dia kecewa.
Stok dagangannya masih utuh. Padahal dia sudah mempersiapkan semua dagangannya jauh sebelum Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk memutus rantai penularan Covid-19. Pasar Tanah Abang sempat ditutup akibat PSBB.
Yusuf bingung. Kata dia, kemungkinan sebagian dagangannya akan dikembalikan. Dia memprediksi bisnis pakaiannya ke depan akan semakin suram.
“Bayangannya (bisnis) oleng,” kata Yusuf.
Yusuf tak sepenuhnya marah. Dia memahami kondisi. Sesekali ia mencoba tersenyum.
Yusuf yang berasal dari Pekalongan merupakan satu dari sekian pedagang retail pakaian di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat yang yang telah hampir sepekan membuka lapaknya memasuki sepekan terakhir PSBB di DKI Jakarta.
Keputusan Yusuf itu, oleh karenanya harus dibayar sendiri. Ia harus kucing-kucingan dengan aparat Satpol PP yang hampir saban hari mendatangi pasar utuk melakukan penertiban.
“Ini saja sudah tiga kali buka. Ada razia lagi,” katanya.
Yusuf mengaku sudah tiga kali buka tutup tokonya hingga sekitar pukul 12.00 siang itu untuk menghindari razia Satpol PP. Toko Yusuf khusus menjual aneka jenis celana jins.
Bagi hampir semua pedagang di Pasar Abang saat ini, keberadaan Satpol PP adalah momok. Kabar keberadaan mereka bagi pedagang akan seperti kobaran api yang melalap tumpukan jerami. Dari satu pedagang ke pedagang lain. Dari luar ke bagian dalam pasar.
Namun, bukan soal itu yang membikin nada bicara Yusuf meninggi. Kekesalan Yusuf mulai nampak saat obrolan mulai menyinggung soal polah pemerintah yang dianggapnya tak adil.
“Kami diuber, coba swalayan? Mana ada ketat. Banyak orang pada belanja. Kami di sini? Enggak adil ,” tukasnya.
“Coba lihat, supermarket di mana-mana, parkir saja kita sampe payah. Di sini orang baru sedikit saja udah suruh bubar,” kata dia lagi.
Mestinya, kata Yusuf, pemerintah bisa adil melakukan pelarangan selama penerapan PSBB. Komentarnya itu terutama juga merespons rencana pemerintah yang akan melonggarkan PSBB di mana sejumlah perkantoran akan kembali dibuka.
“Aturannya kalau pelonggaran semuanya. Kalau mereka mending penghasilan tetap. Kalau pedagang, karyawan biasa kan amsyong,” ujarnya lagi.
Meski belum ada kabar pasar akan dibuka, Yusuf berencana akan membuka lapaknya hingga malam takbiran. Ia tak peduli meski saban hari harus kucing-kucingan pemerintah.
Di sudut pasar yang lain, Rudy, yang baru dua tahun membuka lapaknya di Tanah Abang, juga mengungkapkan kekesalan yang sama. Pria asal Padang, Sumatera Barat itu menilai pemerintah tak adil dengan terus melarangnya berjualan.
Apalagi, katanya, saat ini sudah mau memasuki lebaran. Rudy mengaku sudah berbulan-bulan tak menggelar lapaknya karena mencoba mematuhi larangan pemerintah lewat PSBB.
“Sama rata. Transportasi dibuka ya pedagang harus dibuka,” kata dia.
“Kalau enggak dagang kita enggak makan dong. Memang pemerintah mau memperhatikan rakyatnya,” ujar dia dilansir CNNIndonesi.com, Senin (18/5).
Serupa Yusuf, Rudi juga harus berulang kali menggelar dan menggulung lapaknya untuk menghindari razia Satpol PP. Bedanya, bila Yusuf cukup dengan menutup toko, Rudy harus memasukkan barang dagangannya ke dalam karung.
Rudy sudah empat hari membuka lapaknya selama larangan berjualan karena PSBB. Menurut penuturannya, kini ia hanya berjualan kurang lebih 3-4 jam sejak pukul 08.00 sampai pukul 12.00 siang.
Sebab, katanya, menjelang siang pembeli sudah mulai sepi selain karena untuk menghindari operasi Satpol PP.
Sementara itu, Camat Tanah Abang, Yassin Pasaribu mengaku memaklumi ulah sebagian besar pedagang di Pasar Tanah Abang yang tetap membuka lapaknya meski sudah saban hari dilakukan razia.
Menurut Yassin, kondisi itu disebabkan karena kondisi ekonomi masyarakat yang sudah terdesak. Apalagi, kini sudah memasuki pekan terakhir menjelang lebaran.
Namun, selain itu, keramaian di Pasar Tanah Abang juga disebabkan oleh sejumlah faktor lain. Misalnya, kata dia, karena transportasi yang tetap beroperasi. Kondisi itu kata dia membuat masyarakat di Jabodetabek mudah mendatangi Pasar.
Kalau memang PSBB sarana transportasi di tutup mungkin nggak ada yang Dateng ke sini. Tidak akan ada,” katanya kepada CNNIndonesia.com di lokasi saat melakukan razia, Senin (18/5).
“Karena kalau sudah transportasi dibuka, sampailah ke sini. Dari ujung Sukabumi, dari mana-mana,” kata dia. (*)