Kumbanews.com – Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani Chaniago menegaskan perlunya win win solution terkait upah buruh. Dia meminta pengusaha jangan melihat upah sebagai sebuah beban.
“Tetapi di sisi lain, kenaikan upah buruh juga harus lihat kondisi perekonomian. Harus ada rumusan jelas. Kita memang ingin sejahtera. Tapi tidak bisa juga menafikan perkembangan investasi,” ungkap Irma dalam sebuah diskusi di Hotel Milenium, Jakarta, Rabu 24 Oktober 2018.
Menurutnya, jika buruh tetap ngotot menuntut upah terlalu tinggi, maka kontraproduktif bisa saja terjadi. Kondisi demikian mengancam dunia bisnis sebab bisa berdampak pada larinya investor.
“Kemudian kalau investor lari, akan ada PHK besar-besaran, kan malah merugikan buruh,” tandas politisi Partai Nasdem ini.
Sejalan dengan itu, dia juga mengimbau kepada perusahaan yang sudah mapan dengan keuntungan berlebih, agar tidak hanya berpatokan pada UMP. Perempuan berkacamata ini menegaskan, UMP hanyalah jaring pengaman paling bawah bagi para buruh.
“Di sisi lain, masih banyak perusahaan belum mampu bayar upah minimum. Dalam kondisi demikian, harus duduk bersama antara perusahaan dan buruh. Jelaskan produksi sekian, keuntungan sekian, kondisi pasar bagaimana. Solusinya bagaimana? Buruh ingin tetap bekerja, maka dicari kesepakatan,” katanya.
Penetapan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 8,03% menuai polemik. Sejumlah stakeholder hadir membahas persoalan itu melalui sebuah diskusi di Hotel Millenium Jakarta, Rabu, 24 Oktober 2018.
Direktur Apindo Research Institute Agung Pambudhi menaruh perhatian pada 8 provinsi yang kini memiliki UMP masih di bawah angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Dalam hal ini, dia mendorong kenaikan UMP 2019 agar disesuaikan dengan KHL sebagaimana amanat PP No 78 Tahun 2015.
Di sisi lain, dia juga mengkritisi topik pembahasan perihal kenaikan UMP yang selalu terjadi tiap tahun. “Yang sering menjadi misleading pembahasan kita ini upah murah. Upah murah itu jargon politik karena realnya itu kita harus melihat daya dukung,” tandasnya.
Bahkan, menurutnya kalau bicara berat tidaknya kenaikan UMP baik bagi perusahaan maupun buruh, sejauh ini sudah banyak studi yang menganalisis hal tersebut. Baginya, yang terpenting adalah aspek-aspek kompetitif di antara perusahaan tetap terjaga.
Dikatakan, dengan besaran kenaikan UMP, dunia usaha tidak keberatan ketika daya saing meningkat, serta kontibusi pekerja tergolong tinggi.
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia, Firman Bakri, juga mengapresiasi adanya PP No 78 Tahun 2015. Regulasi tersebut dinilai mampu memberikan kepastian bagi dunia usaha.
“Sudah ditetapkan dan jadi kesepakatan bersama, kami akan ikuti yang jadi ketentuan regulasi itu,” tegasnya.