Kumbanews.com – Posisi penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan bisa dikatakan serba salah dan sulit. Ia hanya menginginkan kasus teror air keras yang menimpa dirinya agar diungkap hingga tuntas. Namun, hingga 600 hari berlalu, tidak ada perkembangan yang signifikan yang berhasil diungkap oleh polisi.
Kapolda Metro Jaya Irjen (Pol) Idham Azis memang sempat mengungkap ke publik dua sketsa yang diduga pelaku pada November 2017 lalu. Azis mengatakan dua sketsa itu dibuat berdasarkan pemeriksaan terhadap dua saksi kunci.
Sketsa pertama memperlihatkan seorang pria berusia sekitar 40 tahun dengan wajah bulat, hidung bulat dan rambut hitam. Pria itu memiliki kulit berwarna gelap, berpostur tegap dan dengan tinggi 165 centimeter.
Sementara, sketsa kedua memperlihatkan seorang pria berumur sekitar 35 tahun dengan bentuk wajah oval dan dagu tajam. Ciri-ciri fisiknya memiliki rambut hitam, kulit sawo matang, dan berpostur atletis dengan tinggi 173 centimeter.
“Kemiripan (ciri-ciri pelaku) sudah 90 persen,” ujar Idham ketika itu saat memberikan keterangan pers di gedung KPK.
Namun, setahun sesudah sketsa itu dipublikasikan, tidak ada perkembangan apa pun. Di sisi lain, pimpinan lembaga antirasuah yang sesungguhnya bisa melakukan upaya pro aktif dengan terus mendesak Polri, nyatanya lebih memilih untuk menunggu. Menggantungkan harapan ke Presiden Joko “Jokowi” Widodo, orang-orang di sekitar mantan Gubernur DKI Jakarta itu malah mengatakan tidak pas semua hal dilempar ke orang nomor satu di negeri ini.
Padahal, penyidik adalah posisi frontal dan penting. Mereka sering kali menghadapi ancaman dan teror ketika tengah bekerja untuk membongkar kasus korupsi. Terbukti, tidak hanya Novel saja yang pernah jadi sasaran. Ada pula penyidik lain yang juga kena teror, namun tidak diungkap ke publik.
Melihat situasi itu, pernah kah Novel merasa lelah dan putus asa? Berikut penuturannya dilansir IDN Times
1. Perasaan lelah dan putus asa juga pernah dirasakan oleh Novel Baswedan
Menurut Novel, rasa lelah dan putus asa juga sempat ia rasakan karena kasus teror yang ia alami pada 11 April 2017 lalu tidak juga terungkap. Ia menilainya hal tersebut sebagai sesuatu yang manusiawi.
“Lagipula sejak awal saya sudah menduga ini tidak akan diungkap karena melibatkan oknum petinggi Polri dan berhubungan dengan mafia koruptor. Oleh karena itu, sikap saya di beberapa forum publik memaafkan pelaku dan ikhlas dengan kejadian ini, tapi kami tetap berjuang agar hal ini terus diungkap,” ujar Novel kepada IDN Times melalui pesan pendek pada Minggu malm (2/12).
Mantan Kasat Reskrim Bengkulu itu sudah lama menilai serangan yang ia alami bukan sekedar ke dirinya pribadi, melainkan ke institusi tempatnya bekerja. Serangan serupa juga dialami oleh rekan-rekannya yang lain.
“Dan kasus itu juga belum ada yang diungkap, padahal semua (teror) adalah kasus yang serius. Bagi saya dan kawan-kawan sekarang ini memperjuangkan agar serangan terhadap saya dan pegawai KPK lainnya diungkap, karena itu maknanya sama dengan memperjuangkan untuk pemberantasan korupsi,” kata dia.
2. Novel dan sesama rekan penyidik kecewa karena tak ada satu pun kasus terornya yang berhasil diungkap
Menyadari adanya keterlibatan oknum polisi dalam kasusnya, Novel kemudian meminta agar kasusnya juga diungkap oleh Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang independen. Memang temuan dari tim tersebut tidak pro-justicia atau hasilnya tidak bisa langsung dijadikan bahan bukti penyidikan dan kemudian dibawa ke pengadilan. Namun, paling tidak dengan adanya bukti lainnya, hal tersebut dapat membantu pengusutan yang dilakukan oleh polisi.
“Tadinya saya berharap Presiden bisa menjadi solusi karena Beliau dalam beberapa kesempatan menyampaikan akan memimpin pemberantasan korupsi atau setidak-tidaknya memiliki perhatian terhadap pemberantasan korupsi, sehingga saya dan kawan-kawan berharap dibentuk TGPF. Namun, saya kecewa karena Presiden tidak segera merespons isu yang semestinya dianggap penting ini,” kata Novel.
3. Kerusakan di mata kiri Novel tidak bisa diobati
Lalu, bagaimana kondisi mata Novel kini? Air keras yang disiramkan ke wajahnya memang menimbulkan dampak yang cukup fatal.
Ia mengatakan hingga saat ini masih bisa melihat walaupun pandangan matanya kabur. Tim dokter telah melakukan operasi OOKP di bagian mata sebelah kirinya.
“Karena menurut dokter kerusakan mata di sebelah kiri tidak bisa diobati. Operasi OOKP sendiri maksudnya mengganti jaringan bagian putih mata dengan jaringan gusi dan lensa, menggunakan gigi dan lensa buatan,” kata Novel.
Dengan kondisi itu, ia mengaku masih bisa melihat walau sudut pandangnya sempit. Jaringan yang ditanam di mata kirinya masih terus tumbuh, sehingga pada saat tertentu memang menghalangi pandangan matanya.
“Kalau mata kiri saya dibuka, maka mesti dibantu dengan kacamata plus 4,” tutur dia.
Sedangkan, untuk mata kanan, hingga saat ini belum ada pengobatan yang bisa dilakukan, sehingga masih dijaga dengan pengobatan agar stabil dan tidak menurun.
4. Novel memilih tetap bekerja walau kondisi matanya belum pulih benar
Walau kondisi matanya belum pulih benar, tetapi Novel memutuskan untuk kembali bekerja di KPK pada (27/7) lalu. Bahkan, ia kembali menjadi Kepala Satuan Tugas dari kasus-kasus yang dulu sempat ditanganinya.
Tidak kah kondisi matanya menghalangi pekerjaan untuk menuntaskan berbagai kasus yang kini tengah dihadapi? Novel tidak menampik hal itu.
“Iya, sedikit banyak pasti terganggu dengan kondisi sekarang, karena penglihatan pasti berkurang. Tetapi, semangat tidak boleh berkurang karenanya saya masih bekerja seperti biasa,” kata penyidik berusia 40 tahun itu.
5. Pimpinan KPK berharap adanya imunitas dari upaya kriminalisasi saat tengah menangani kasus
Lalu, apa yang dilakukan oleh pimpinan KPK untuk memberikan perlindungan terhadap pegawainya dari serangan balik para koruptor? Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan poin yang terdapat di dalam “Jakarta Statement on Principles for Anti Corruption Agency” perlu dimasukan ke dalam revisi UU KPK.
“Ini harus dimasukan ke dalam UU KPK, kalau mau diperbaiki. Di situ harus dicantumkan perihal perlindungan terhadap pekerja KPK,” kata Saut kepada IDN Times melalui pesan pendek pada Sabtu (1/12).
Pimpinan KPK lainnya yakni Alexander Marwata membantah selama ini pegawai KPK tidak mendapatkan perlindungan ketika bekerja memberantas korupsi. Bahkan, mereka berupaya untuk memberikan perlindungan agar teror yang menimpa Novel tidak kembali terulang.
“Ketika berada di lapangan lalu mendapatkan ancaman, maka segera hubungi KPK dan kami akan lakukan koordinasi. Berbagai upaya itu sedang kami lakukan untuk melindungi pegawai KPK,” kata Alexander tanpa menyebut langkah konkrit untuk melindungi para pegawainya.