Kumbanews.com – Permohonan RCTI yang meminta konten internet seperti YouTube tunduk ke UU Penyiaran ditolak Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut MK, konten internet itu selain sudah diatur oleh UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), juga diatur regulasi lain.
“Pengawasan terhadap konten layanan OTT dilakukan berdasarkan UU ITE juga didasarkan pada berbagai undang-undang sektoral lainnya sesuai dengan konten layanan OTT yang dilanggar,” demikian pertimbangan MK dalam putusan yang dilansir website MK, Kamis (14/1/2021).
Putusan itu dibacakan secara online lewat channel MK di Youtube. Putusan itu diketok secara bulat oleh 9 hakim konstitusi.
Misalnya UU 36/1999 tentang Telekomunikasi. Di UU itu menentukan adanya larangan penyelenggaraan telekomunikasi yang bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, keamanan dan ketertiban umum dengan menentukan kewajiban bagi penyelenggara jasa telekomunikasi memblokir konten-konten yang melanggar larangan tersebut setelah diperoleh informasi yang patut diduga dengan kuat dan diyakini bahwa penyelenggaraan telekomunikasi tersebut melanggar kepentingan umum, kesusilaan, keamanan, atau ketertiban umum (vide Pasal 21 UU 36/1999).
“Tindakan ini dilakukan sejalan dengan asas yang melandasi dalam penyelenggaraan telekomunikasi yang harus mendasarkan pada asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, kemitraan, etika dan kepercayaan pada diri sendiri. Dalam kaitan dengan asas etika menghendaki agar dalam penyelenggaraan telekomunikasi senantiasa dilandasi oleh semangat profesionalisme, kejujuran, kesusilaan dan keterbukaan (vide Pasal 2 dan Penjelasan UU 36/1999),” ucap majelis hakim.
Dengan demikian, kata MK, penegakan hukum atas pelanggaran konten layanan OTT ternyata tidak hanya ditentukan dalam UU ITE dan UU 36/1999 tetapi juga didasarkan pada berbagai UU sektoral lainnya yang berkorelasi dengan konten yang dilanggar sebagaimana telah ditentukan mekanisme penegakan hukumnya.
“Misalnya dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (UU 44/2008), Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU 28/2014), Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (UU 7/2014), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU 40/1999),” beber MK.(dt)