Kumbanews.com – Draf RUU Pemilu yang kini tengah dibahas DPR memuat usulan aturan pilkada bakal digelar di tahun 2022 dan 2023. Jika disepakati, maka DKI Jakarta akan melangsungkan pilkada di tahun 2022.
Namun, usulan itu belum sepenuhnya bulat. Fraksi PDIP masih menginginkan pelaksanaan pilkada tetap di tahun 2024 sesuai yang diatur dalam UU Pilkada.
Menanggapi itu, Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari berpandangan ada alasan terkait Pilpres 2024 di balik usulan pelaksanaan pilkada dinormalisasi menjadi tahun 2022 dan 2023.
Menurutnya, parpol yang mengusulkan pilkada digelar di 2022 dan 2023, ingin mendorong Gubernur DKI Anies Baswedan maju dalam Pilpres 2024.
“Mungkin partai-partai yang ingin Anies jadi capres itu mendorong agar pilkada 2022 dan 2023 itu tetap ada. Dengan kata lain meminta agar pilkada atau pilkada serentak itu mundur di 2024 menjadi 2027,” kata Qodari kepada wartawan, Rabu (27/1).
Menurut Qodari, Anies tak lagi dapat memimpin Ibu Kota apabila pilkada digelar 2024. Padahal, kata dia, mungkin saja ada parpol yang ingin mempertahankan Anies.
“Kemudian mungkin juga yang ingin mempertahankan nama-nama yang ada sekarang. Misalnya Anies ya, di Jakarta kalau tidak ada pilkada maka kemudian Anies tidak menjabat di 2022-2024 begitu. Karena diisi oleh Plt,” ujarnya.
“Jadi ada partai-partai yang mencari jagoan ya atau mempertahankan jagoan begitu. Misalnya mau mencari calon presiden baru atau alternatif, di luar yang ada saat ini. Melalui Pilkada Jakarta, Jabar, Jateng dan Jatim, terutama Pilkada Jakarta,” sambung dia.
Terlebih, kata dia, Pilgub DKI lebih menarik perhatian masyarakat dibandingkan pilkada di daerah lain. Sehingga, calon gubernur DKI Jakarta akan menjadi sorotan di tingkat nasional.
“Pilkada rasa pilpres itu cuma satu sesungguhnya, yaitu DKI Jakarta. Memang, Jabar, Jateng, Jatim penduduknya lebih banyak dibandingkan Jakarta, tapi eksposure-nya tidak seluas Jakarta. Kalau Jakarta eksposure-nya nasional,” tutup Qodari. []