Ini Kata Sekjen MUI Soal Gerakan Nasional Wakaf Uang

  • Whatsapp

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Dr Amirsyah Tambunan

Kumbanews.com – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Dr Amirsyah Tambunan menyoroti Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) yang diluncurkan Presiden Joko Widodo di tengah pandemi Covid-19 pada Senin, 25 Januari 2020 lalu.

Bacaan Lainnya

Menurut Amirsyah, gerakan nasional wakaf uang harus dipersiapkan dengan matang. Mengingat prinsip dasar wakaf uang adalah nilai pokoknya harus lestari, maka wakaf uang tersebut akan diinvestasikan oleh para Nazir pada berbagai instrumen investasi, seperti deposito syariah atau sukuk, dan imbal hasilnya digunakan untuk membiayai berbagai kegiatan sosial atau keumatan.

“Di tengah pandemi Covid-19 muncul gerakan nasional wakaf uang. Apakah gerakan ini telah matang dipersiapkan?,” ujar Amirsyah mempertanyakan, Ahad (31/01/21).

Amirsyah lantas menjelaskan, beberapa pengertian tentang wakaf. Pertama, kata “Wakaf” berasal dari bahasa Arab “Waqafa”. Asal kata “Wakafa” berarti “menahan” atau “berhenti” atau “diam” di tempat” atau tetap berdiri”.

Kata “Wakafa-Yaqufu-Waqfan” sama artinya “Habas-Yahbisu-Tahbisan”. Menurut Amirsyah, kata al-Waqf dalam bahasa Arab mengandung beberapa pengertian.

Kedua, Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum sesuai syariah. Hal ini dikatakan Amirsyah merujuk pada UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

Wakaf Uang dan Fatwa MUI

Menurut Amirsyah, gerakan nasional wakaf uang (GNWU) merupakan inisiatif Badan Wakaf Indonesia (BWI) serta para pemangku kepentingan wakaf, dengan tujuan untuk mengembangkan berbagai program penguatan ekonomi umat.

“Praktiknya pengelolaan wakaf uang tidak dilakukan oleh Pemerintah, Kementerian Agama, ataupun Kementerian Keuangan, melainkan oleh para Nazir (pengelola wakaf), seperti BWI, Dompet Dhuafa, LAZIS NU (LAZISNU), LAZIS Muhammadiyah (LAZISMU), BSM Umat, Yayasan Salman ITB, dsb,” pungkas Amirsyah.

Kendati demikian, Wakil Ketua Majelis Wakaf dan Kehartabendaan (MWK) PP Muhammadiyah ini berharap, gerakan nasional wakaf uang perlu dibarengi dengan pemahaman dan penguatan literasi yang utuh mengenai wakaf itu sendiri. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman di masyarakat.

“Wakaf, sebagaimana Zakat, Infaq, dan Shodaqah, merupakan dana sosial Islam atau filantropi Islam, yang tumbuh dan berkembang di masyarakat (umat Islam). Jadi dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat,” ujar Amirsyah.

Tentang wakaf uang sendiri sebenarnya sudah dijelaskan lewat Fatwa MUI no 2 tahun 2002. Amirsyah lantas memaparkan, setidaknya ada lima kententuan tentang Wakaf uang sebagai berikut.

Pertama, Wakaf Uang (Cash Wakaf/Waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.

Kedua, termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga. Ketiga, Wakaf Uang hukumnya jawaz (boleh).

Keempat, Wakaf Uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar’iy. Kelima, nilai pokok Wakaf Uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan/atau diwariskan.

“Atas dasar ini maka pada dasarnya wakaf uang hanya boleh untuk kepentingan ibadah baik ibadah khusus (mahdah) maupun ibadah umum (ghairo mahdah),” terang Amirsyah.(*)

Pos terkait