7 Guru Besar Mundur, Rektor Unhas Buat Tim Investigasi

Foto: IST

Kumbanews.com – Pimpinan kampus Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar membentuk tim investigasi setelah terjadi polemik antara dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) dengan tujuh guru besar yang mengundurkan diri sebagai tenaga pengajar di program Pascasarjana S3 pada Prodi Ilmu Manajemen.

Bacaan Lainnya

Rektor Unhas, Prof Jamaluddin Jompa mengatakan bahwa pembentukan tim investigasi setelah pihak yang berkonflik telah dipertemukan.

“Tim investigasi sehingga kita bisa koreksi untuk tujuh rektor, termasuk juga pimpinan fakultas, apakah perlu kita regulasi dan menghindarkan hal yang tidak baik. Ini lebih pada pendalaman isunya agar tidak lagi terjadi lagi,” jelasnya.

Ia kembali menegaskan bahwa ketujuh guru besar FEB itu tidak mundur sebagai guru besar, namun hanya mundur sebagai tenaga pengajar saja. Ia kemudian membantah isu adanya perdagangan gelar doktor di FEB Unhas yang membuat guru besar mundur.

“Perdagangan doktor di Unhas tidak ada, justru hasilnya kan tidak lulus, kalau lulus boleh. Nah, ini tidak lulus apanya mau yang diperdagangkan,” klaim Jamaluddin.

Jamaluddin kemudian merespons tujuh guru besar disebut mundur disebabkan adanya intervensi dekan yang memaksa meluluskan mahasiswa. Padahal mahasiswa yang tidak diluluskan salah satu guru besar tidak mengikuti persyaratan kelulusan dan kerap absen selama satu semester.

“Sebenarnya saya juga tidak mengenal mahasiswa itu. Karena mahasiswa itu tidak lulus artinya drop out mahasiswa. Setiap pimpinan itu wajib minta rapat untuk setiap tidak lulus, karena kan itu peraturan rektor,” katanya.

Menurut Jamaluddin, seharusnya dosen yang tidak meluluskan seorang mahasiswa memberikan penjelasan alasan tidak meluluskan mahasiswa tersebut.

“Ada mekanisme sebenarnya yang harus kami perbaiki juga. Untuk mahasiswa kita yang tidak memenuhi syarat untuk lulus, itu kan selalu ada upaya kita untuk remedial, itu kan mendidik. Kan masa ada tidak lulus langsung drop out, itu kan enggak boleh. Apalagi kalau cuma satu dosen atau dua,” jelasnya.

Oleh sebab itu, beber Jamaluddin, pihak pimpinan fakultas kemudian memanggil dosen yang bersangkutan untuk meminta penjelasan terkait mahasiswa yang tidak diluluskan hingga berujung dikeluarkan dari Unhas.

“Makanya dekan memanggil, itu berarti bukan intervensi. Memang suatu kewajiban pimpinan fakultas untuk mengetahui lebih lanjut. Untuk mencari cara agar bisa lulus, itu saya kira wajar,” katanya.

“Kan mahasiswa ini kita terima, agar bisa lulus kan. Bukan dengan apabila salah langsung dihukum. Saya kira di seluruh universitas juga begitu. Saya juga begitu, kalau ada mahasiswa saya beri kesempatan. Bukan langsung drop out,” tambahnya.

Menurut Jamaluddin dekan yang meminta penjelasan kepada dosen terkait mahasiswa yang tidak lulus hingga berujung DO merupakan hal yang biasa. Sehingga jangan dibesar-besarkan seakan-akan ada intervensi untuk meluluskan mahasiswa tersebut.

“Kami punya dewan kehormatan untuk memastikan tidak ada sistem yang membuat dosen merasa mau mundur. Dosen ini juga tidak mau mundur, cuma mundur mengajar semester depan. Makanya kami lakukan pendalaman agar ada perbaikan ke depannya,” pungkasnya.

Guru Besar Unhas Buka Suara
Salah satu Guru Besar FEB Unhas yang mengundurkan diri, Muhammad Idrus Taba menegaskan siap menerima perdamaian yang ditawarkan rektor. Idrus kembali menegaskan mundurnya tujuh guru besar FEB agar dapat memperbaiki sistem yang ada selama ini.

“Kami dalam perdamaian itu, bukan berarti kami salah, cuman kami menahan diri demi kebaikan institusi. Bukan seolah-olah mau ribut, masalah mata kuliah. Maka kami mundur dulu lah untuk memperlihatkan niat baik kami untuk memperbaiki institus” kata Muhammad.

Meski telah didamaikan oleh rektor, namun kata Idrus untuk menyelesaikan seluruh permasalahan yang terjadi selama ini harus melalui rapat senat.

“Ini masalah harus selesai secara institusi, karena sudah terjadi seperti ini. Kemudian banyak informasi-informasi yang disampaikan terkait dengan dosen yang tidak mengajar itu karena persoalan etika dan sebagainya. Saya bilang harus diselesaikan di senat di fakultas,” ungkapnya.

Dalam rapat senat itu, jelas Idrus, dekan harus memberikan pertanggungjawaban di hadapan seluruh senat. Kemudian hasil rapat senat itu diserahkan ke rektor untuk memutuskan.

“Hasil itu akan dirumuskan di senat lalu diserahkan ke rektor. Itu menjadi kewenangan rektor. Bagi kami dijalankan sesuai institusional, karena kalau tidak, maka bisa diartikan salah, kami guru besar,” jelasnya.

Pos terkait