Ketua Dewan Audit OJK, Sophia Wattimena. (Liputan6.com/Johan Tallo)
Kumbanews.com – Pertengahan April lalu, DPR menetapkan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK) untuk periode 2022-2027. Salah satunya Sophia Wattimena, yang didapuk menjadi Ketua Dewan Audit OJK.
Sophia memiliki pengalaman di bidang keuangan, risiko, eksekutif pengembangan bisnis dengan pengalaman kerja di sektor keuangan, konsultan juga manufaktur. Kemampuannya terutama di bidang Merger dan Akuisisi (M&A), manajemen risiko, menyusun keuangan, keuangan perusahaan, dan valuasi.
Tak heran perempuan lulusan Universitas Gajah Mada (UGM) 1988 itu sempat berkarier sebagai manajer senior di firma audit Ernst and Young (EY) Jakarta selama tujuh tahun sejak 1999.
Sophia yang kelahiran Cirebon pada 1969 itu juga sempat menjabat sebagai kepala unit manajemen sumber daya keuangan di United Nation Development Program (UNDP). Namun, ia hanya menjabat kurang dari setahun untuk posisi tersebut pada 2011.
Ia melanjutkan kariernya sebagai wakil presiden untuk konsultasi dan investasi PT Indonesia Infrastructure Finance (IFF) pada November 2011-Agustus 2014. Kariernya berlanjut di PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II sebagai manajer senior manajemen akuntansi dan kemitraan bisnis.
Perempuan lulusan Universitas Leiden Belanda itu kemudian diangkat menjadi Direktur PT Pelabuhan Indonesia Investama (PII) selama dua tahun sejak November 2017.
Ia kemudian berkarier di PT Inalum selama dua tahun sejak April 2020. Di BUMN tambang itu, Sophia pernah menduduki jabatan sebagai Direktur Eksekutif Keuangan, Direktur Pelaksana dan Penasihat Eksekutif PT Inalum.
Sebelum menjadi Anggota Dewan Komisioner OJK, Sophia menjabat sebagai Senior Vice President (SVP) PT Pelabuhan Indonesia II.
Dengan posisinya yang sekarang, Sophia menaruh perhatian pada aksi pencucian uang atau money laundering, tindak kejahatan untuk menyamarkan hasil kejahatan agar sulit diketahui sistem keuangan.
“Biasanya pelaku kejahatan ini menyamarkan hasil kejahatannya melalui mata uang kripto, barang mewah, menggunakan rekening orang lain, atau mencampur dana hasil kejahatan dengan hasil usaha legal,” kata dia dalam akun Instagram @ojkindonesia, Jumat (16/9/2022).
Lantas, bagaimana dengan pencucian uang yang dikaitkan dengan pendanaan tindak kejahatan seperti terorisme? Akan menarik untuk menanyakan langsung masalah ini serta kewenangan lain yang dia miliki sebagai Ketua Dewan Audit OJK.
Berikut petikan wawancara dengan Sophia Wattimena dalam program Bincang Liputan6:
Tugas Dewan Audit OJK
dalam pelaksanaan operasionalnya bisa bekerja sama dengan ARK istilahnya ya, audit internal, manajemen risiko, pengendalian kualitas, dan anti-fraud. Ini kita susun supaya kerjanya bisa lebih efektif dan efisien, kira-kira seperti itu.
Dampak Positif dan Negatif Digitalisasi
audit internal, gitu ya.
Nah, kalau kita terapkan itu pada industri, pada ekosistem, itu first line-nya adalah si pelaku usaha jasa keuangannya, apakah itu bank atau perusahaan asuransi, atau dana pensiun atau lembaga pembiayaannya.
Kemudian second line-nya itu lembaga penunjang, itu bisa auditor, kemudian kalau di asuransi nanti mungkin ada aktuaria begitu ya.
Kemudian di third line-nya itu adalah pengawas atau regulator, dalam hal ini adalah OJK. Nah, tiga lines inilah yang harus bekerja sama dengan kuat. Kalau di first line misalnya, seperti tadi saya sampaikan ada digitalisasi, trend-nya macam-macam.
Kenali Modus Pencucian Uang
lebih bisa di getok tular gitu. Jadi semuanya walaupun mungkin tidak ringan-ringan banget, tapi paling tidak bisa sharing apa amanah dan wacana kita untuk perbaikan ke depan.
Kembali ke soal pencucian uang, apa saran Ibu untuk masyarakat agar tidak menjadi korban?
Soal pencucian uang ini memang perlu disosialisasikan ke masyarakat. Mungkin mereka enggak sadar gitu ya, nggak sadar mereka terlibat gitu. Misalnya dengan pencucian uang. Ini kan bisa dilakukan melalui mata uang kripto, misalnya. Kemudian dari penggunaan rekening orang lain gitu.
Nah, hal-hal seperti ini perlu ada awareness. Jadi masyarakat bisa berperan serta untuk mencegah pencucian uang dengan cara simpel sebetulnya. Misalnya, jangan berikan identitas pribadi kita atau informasi kita ke lembaga yang kurang jelas. Jadi, lebih baik lembaga jasa keuangan yang jelas-jelas saja.
Bagaimana kita mengetahuinya?
Kalau kita melihat aliran dananya, ada inflow, ada outflow. Kalau ada aliran dana masuk ke rekening kita, kita harus aware nih. Ini apa ya? Dana apa? Dari siapa? Gitu. Itu harus apa? Begitu juga pada saat kita diminta melakukan pembayaran, misalnya, harus tahu ini pembayaran untuk apa, beneficiary-nya siapa.
Jadi awareness itu perlu, perlu sekali ditingkatkan. Kemudian untuk pembelian aset misalnya harta, asal-usulnya juga kita perlu aware ya, ini dari mana ya? Siapa yang punya?
Ada semacam istilah di industri keuangan, KYC, know your client, or know your customer, or know your party, who you will deal with, gitu. Jadi hal-hal semacam itu mungkin istilahnya kok jadi curigaan ya? Ya, bukan curiga. Tapi kita memang harus hati-hati, supaya kita tidak terjebak dalam praktik-praktik yang tidak bertanggung jawab.
Perekonomian Indonesia Masih Baik
pegang duit itu rata-rata wanita, bener ya? Nah, jadi dengan modal seperti itu tentunya ke depan peran wanita di bidang keuangan itu sangat menjanjikan.
Walaupun sekarang kalau kita lihat statistik ya di BPS itu memang jumlah tenaga profesional wanita sudah meningkat ya. Kalau kita lihat di tahun 2021 itu angkanya sudah mendekati 50 persen, ini sangat menggembirakan.
Namun demikian, ada riset yang dilakukan Indonesia Business Coalition for Women Empowerment, 8 dari 10 perusahaan BUMN itu memiliki eksekutif perempuan. Masih kurang dari 20 persen sih ya, walaupun Menteri BUMN kan itu sudah menargetkan ya ada roadmap-nya tuh tahun sekian itu harus berapa persen eksekutif wanita dan saya rasa itu merupakan hal yang bagus.
Jadi kita perlu dorong dan dukung, tentunya dengan melakukan afirmasi juga kepada para wanita tenaga profesional wanita di bidang keuangan, karena sebetulnya modalnya cukup kuat, itu tadi teliti gitu ya. Kemudian memang cenderung kalau pemimpin wanita itu mungkin bisa lebih mengayomi ya karena ada naluri keibuannya. Jadi kekuatan-kekuatan inilah yang kita perlu afirmasikan dan kita dorong.
Source: Liputan6.com