Kumbanews.com – Bangunan tua peninggalan Belanda di Jl Hasanuddin, Maros, kini sudah dirombak.
Bekas kantor controler pimpinan daerah kini keaslinannya telah hilang.
Kantor itu dirombak meski menyimpan banyak sejarah.
Perombakan bekas kantor pemerintahan dan rumah sakit masa kolonial Belanda di Kabupaten Maros, menuai sorotan.
Pasalnya, bangunan peninggalan Belanda tersebut sudah diresmikan jadi situs cagar budaya.
Perombakan tersebut ramai jadi perbincangan di media sosial setelah akun Instagram @aliansipedulibudaya mengunggahnya.
Instagram @aliansipedulibudaya memuat postingan informasi sejarah terkait bangunan yang berada di Jalan Sultan Hasanuddin, Kecamatan Turikale tersebut.
Kini Pemkab Maros merombaknya dan mengucurkan anggaran Rp1,4 miliar untuk pembangunan.
Bangunan berasitektur Spanyol yang diperkirakan dibangun pada Tahun 1922 itu telah ditetapkan sebagai situs bangunan Cagar Budaya melalui Surat Keputusan Bupati Maros Nomor 360/KPTS/433/IX/2002.
Bunyi Surat Keputusan yang ditandatangani oleh Bupati Maros periode 1999 – 2010, Andi Nadjamuddin Aminullah.
Tentang penetapan bangunan dan kawasan bersejarah sebagai situs/ benda cagar budaya yang dilindungi dalam wilayah Kabupaten Maros.
SK tersebut sendiri masih berlaku dan belum ada pencabutan sebagai situs cagar budaya Bangunan Kantor Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah.
Sejarah bangungan, dulu digunakan sebagai kantor pengontrol wilayah Kabupaten Maros sekira tahun 1942 hingga tahun 1951.
Terakhir difungsikan sebagai Sekretariat Bersama Potensi SAR Maros dari tahun 2021 hingga tahun 2023.
Tentang penetapan bangunan dan kawasan bersejarah sebagai situs/ benda cagar budaya yang dilindungi dalam wilayah Kabupaten Maros.
SK tersebut sendiri masih berlaku dan belum ada pencabutan sebagai situs cagar budaya Bangunan Kantor Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah.
Sebelum dibongkar, bangunan tua tersebut digunakan selama 81 tahun, mulai 1942 hingga 2023.
Hal itu dikatakan Sekretaris Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kabupaten Maros, Lory Henradjaya, Minggu (8/10/2023).
“Awal penggunaannya yang kita ketahui itu sebagai kantor controller pada zaman kolonial Belanda,” kata Lory.
Selanjutnya, pada tahun 1972 bangunan itu dialihfungsikan lagi menjadi bangunan kantor pemerintahan, seperti Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, beberapa kantor dinas juga digabung dalam kawasan itu.
“Pemanfaatan bangunan itu paling lama sebagai kantor pemerintahan, salah satunya itu Departemen P dan K atau Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang masih langsung dari Kementerian.
Sejumlah kantor juga sempat ada disitu, seperti Kantor Transmigrasi dan Tenaga Kerja dan Pencatatan Sipil,” lanjutnya.
Salah satu kantor yang memiliki sejarah di Kabupaten Maros adalah Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) dimana pemerintahan, sudah masuk dalam otonomi daerah.
“Jadi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dari Tahun 1972 hingga tahun 2000, sementara Kantor Bapedalda dari tahun 2000 hingga tahun 2007,” kata dia.
Tahun 2007an, bangunan itu sempat mengalami kebakaran.
Mmeski tidak besar, kebakaran itu membuat bangunan tersebut ditinggalkan.
“Jadi kebakaran membuat bangunan ini kosong, disitulah anggota pramuka maros, melakukan pembersihan dan memanfaatkan bangunan itu,” kata dia.
Selama 10 tahun, gedung itu digunakan oleh anggota Pramuka Maros, sejumlah kegiatan nasional dipersiapkan di sekretariat itu, aktivitas kepramukaan terus berlangsung hingga tahun 2017, sekretariat pramuka berpindah ke pamelakkang jene.
“Setelah berpindah pada tahun 2017, bangunan itu kembali kosong dan dimanfaatkan oleh sejumlah pemuda yang selalu berkegiatan sosial dalam kebencanaan,” kata dia.
Abdul Rahman Daeng Mangung menjadi pimpinan ditunjuk oleh pemerintah Belanda, kantornya sekarang menjadi Museum Daerah. Lalu berpindah ke gedung itu,” kata dia.
Sejarah masa transisi pemerintahan setelah pengakuan kedaulatan, sejumlah tokoh yang menjalankan roda pemerintahan di bangunan itu hingga menjadi Kantor Pemerintahan Negeri.
“Setelah Abdul Rahman Daeng Mangung dipindahkan ke Kabupaten Bone, pemimpin pasca pengakuan kedaulatan ditunjuklah Andi Pappe Daeng Masikki atau Karaeng Lau yang menjadi Kepala Pemerintahan Negeri dari tahun 1950,” kata dia.
Kantor Pemerintahan Negeri itu berlangsung dari tahun 1951 hingga tahun 1961.
Setelah itu, bangungan dijadikan sebagai Rumah Sakit Umum Daerah Maros selama 11 tahun hingga tahun 1972.
Menurut Lory, salah satu sejarawan Andi Fahry Makkasau punya kenangan di Rumah Sakit itu.
“Dia sempat dirawat disitu, zaman masih istilah mantri. Salah satu mantri yang pernah menjadi kepala RSUD Maros itu Mantri Toean Tahitu,” ujar Lory.
Mmeski tidak besar, kebakaran itu membuat bangunan tersebut ditinggalkan.
“Jadi kebakaran membuat bangunan ini kosong, disitulah anggota pramuka maros, melakukan pembersihan dan memanfaatkan bangunan itu,” kata dia.
Selama 10 tahun, gedung itu digunakan oleh anggota Pramuka Maros, sejumlah kegiatan nasional dipersiapkan di sekretariat itu, aktivitas kepramukaan terus berlangsung hingga tahun 2017, sekretariat pramuka berpindah ke pamelakkang jene.
“Setelah berpindah pada tahun 2017, bangunan itu kembali kosong dan dimanfaatkan oleh sejumlah pemuda yang selalu berkegiatan sosial dalam kebencanaan,” kata dia.
“Makanya ada istilah sekretariat bersama potensi SAR Maros hingga tahun 2023,” jelasnya.
Aktivis protes
Aktivis Maros Alhak mengatakan, pembongkaran yang dilakukan Pemkab Maros diduga melanggar peraturan perundang-undangan soal cagar budaya dan kepariwisataan.
Undang-undang yang dilanggar menurut Alhak, ada dua yakni nomor 11 tahun 2010 itu tentang Cagar Budaya dan nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan.
Dalam pasal 81 UU nomor 11 tahun 2010 menjelaskan terkait pengrusakan situs budaya. Sementara pada UU nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan.
Terdapat dalam pasal 27 terkait larangan merubah bentuk dan fungsi situs sejarah.
Berdasarkan investigasi Alhak, Pemkab Maros memenangkan CV Fajar Putra Perkasa sebagai pelaksana proyek.
“Nama kegiatannya pembangunan sekretariat Badan Pengolahan Geopark Maros. Artinya Cagar Budaya itu akan dijadikan sekretariat,” kata dia.
Proyek tersebut menelan Dana Alokasi Umum (DAU) APBD 2023 sebesar Rp1,4 miliar Dinas Pekerjaan Umum, Tata Ruang, Perhubungan dan Pertanahan Kabupaten Maros.
Status Cagar Budaya itu sendiri berdasarkan SK Bupati Maros tentang Penetapan Bangunan dan Kawasan Bersejarah Sebagai Situs Benda Cagar Budaya.
SK itu menyampaikan jika Cagar Budaya dilindungi dalam wilayah Kabupaten Maros.
Perlindungan Cagar Budaya itu diperkuat dengan Peraturan Daerah Nomor 32 Tahun 2021 tentang pelestarian siitus dan benda cagar budaya dalam Kabupaten Maros.
Kepala Satuan Reserse Kriminal (Reskrim) Kepolisian Resor (Polres) Maros, Iptu Slamet mengaku pihaknya masih mempelajari dugaan pelanggaran hukum dugaan pengerusakan situs cagar budaya.
“Iya saya juga baru tahu, kami pelajari dulu,” kata Slamet saat dihubungi wartawan.
Hingga berita ini diturunkan penulis berusaha mengonfirmasi kepada Dinas PU dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Maros. (*/)