Kumbanews.com – Belakangan ini sejumlah kelompok dari Pergerakan Advokat Nusantara, Tim Pembela Demokrasi Indonesia, dan Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM (PBHI) telah menyampaikan laporan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Anwar Usman.
Saat ini jumlah orang yang mengadukan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) sekaligus adik ipar Presiden Joko Widodo Anwar Usman ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terus meningkat.
Terbaru, sebanyak 16 sarjana/guru hukum tata negara yang sebagian di antaranya berprofesi sebagai guru besar melaporkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman karena diduga melanggar aturan etik.
Diketahui sebelumnya, Anwar Usman dituding telah melakukan pelanggaran kode etik terkait perilaku hakim konstitusi soal keputusannya yang meresmikan batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Senin (16/10/2023).
Dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, orang yang berusia di bawah 40 tahun dapat dicalonkan sebagai calon presiden atau wakil presiden apabila mempunyai pengalaman sebagai kepala daerah.
Di antara 16 guru besar dan dosen hukum tata negara tersebut terdapat beberapa guru besar hukum ternama di Indonesia, antara lain Profesor Denny Indrayana, Profesor John C. Hesti Armiwulan, Profesor. Manymad Ali Safaat dan Profesor Susi Dwi Harijanti.
Adapun dari kalangan akademisi lainnya ada beberapa daftar nama seperti Auliya Khasanofa, Aan Eko Widiarto, Herdiansyah Hamzah, Dhia AI Uyun, Iwan Satriawan, Richo Andi Wibowo, Herlambang P. Wiratraman, dan Dr. Yance Arizona serta Beni Kurnia Illahi.
Mereka tergabung dalam Masyarakat Hukum Konstitusi dan Administrasi [CALS] beserta kuasa hukum dari YLBHI, PSHK, ICW, IM 57
Pelapor menemukan Anwar Usman terlibat konflik kepentingan dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.
Karena perkara tersebut erat kaitannya dengan hubungan keluarga hakim terlapor dengan pihak yang diuntungkan dari permohonan tersebut, yakni Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, keponakan terlapor hakim Anwar Usman.
Dalam komunikasi tersebut juga disebutkan bahwa pihak pelapor juga menemukan serangkaian konflik kepentingan dan/atau pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim yang dilakukan hakim terlapor, yang dimulai bahkan sebelum pembacaan putusan.
Laporan tersebut akan disampaikan pada Senin (23/10/2023) ke Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) pada pukul 14.00 WIB.
Namun, ia tidak merinci pernyataan dalam laporan tersebut. Yang jelas salah satu tim penggugat Bivitri Safitri menilai putusan MK pada perkara 90/PUU-XXI/2023 tidak bisa dibatalkan.
Sumber: rbg