Kumbanews.com – Perkembangan pesat artificial intelligence (AI) berpotensi memperkuat banalitas politik dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2029. Teknologi kecerdasan buatan diprediksi bukan hanya menjadi alat bantu kampanye, tetapi juga senjata utama dalam pertarungan narasi antarkontestan.
Pengamat politik dari Citra Institute, Efriza, menilai AI akan digunakan secara masif oleh para kandidat untuk memengaruhi persepsi publik, bahkan berpotensi mengaburkan batas antara fakta dan manipulasi.
“Potensi manipulasi informasi berbasis AI dan deepfake pada Pemilu 2029 sangat besar. Kontestasi politik bisa lebih ditentukan oleh kecanggihan algoritma dibandingkan adu gagasan dan visi kebangsaan,” ujar Efriza kepada Kantor Berita Politik dan Ekonomi RMOL, Minggu, 14 Desember 2025.
Menurut Efriza, Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggara pemilu perlu membaca secara serius potensi kerawanan yang ditimbulkan oleh pemanfaatan AI dalam kontestasi politik nasional.
“Banalitas politik yang lahir dari algoritma bisa menjadi fenomena dominan pada Pemilu mendatang jika tidak diantisipasi sejak dini,” tegasnya.
Magister Ilmu Politik Universitas Nasional (UNAS) itu berkaca pada pengalaman Pemilu dan Pilkada Serentak 2024, di mana penggunaan teknologi berbasis AI mulai dimanfaatkan oleh sejumlah kontestan untuk meraih keuntungan elektoral.
“Harus diakui, teknologi saat ini mampu memproduksi konten palsu dengan tingkat kemiripan yang sulit dideteksi, baik oleh publik awam maupun generasi muda yang relatif kurang peduli terhadap isu politik,” jelas Efriza.
Karena itu, ia mendorong agar penyelenggara pemilu, DPR, dan pemerintah segera mengedepankan regulasi teknis pencegahan, termasuk melakukan revisi Undang-Undang Pemilu yang secara khusus mengatur penggunaan dan pengawasan teknologi AI dalam proses demokrasi.
“Regulasi yang tegas dan adaptif mutlak diperlukan agar demokrasi tidak terjebak dalam banalitas politik yang dikendalikan mesin,” pungkasnya. (***)





