Kumbanews.com – Arahan Presiden kepada Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi untuk mengatasi radikalisme disayangkan dan dinilai tendensius oleh sejumlah kalangan. Umat Islam dan seluruh anak bangsa jelas menolak radikalisme terutama yang berusaha merongrong NKRI berdasarkan Pancasila.
Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Anton Tabah Digdoyo mempertanyakan kenapa rezim saat ini selalu mencurigai dan asal menuduh radikal terhadap umat Islam hanya karena ketaatan pada agamanya.
Anton mempertanyakan hal tersebut karena saat ini viral di media statemen menteri-menteri Kabinet Indonesia Maju yang baru dilantik sepakat bahwa radikalisme Islam menjadi misinya untuk dibasmi
“Jika benar yang diberitakan tersebut, Astaghfirulloh kenapa rezim ini mencurigai umat Islam lalu asal nuduh radikal hanya karena ketaatan pada agamanya,” ujar Anton, Minggu (27/10/2019).
Anton menuturkan, untuk mengukur radikal maka harus dengan Psncasila dan UUD 45 bukan berdasarkan peresepsi. Oleh karenanya rezim saat ini telah keliru memaknai radikalisme.
Tendensius
Sementara itu Ketua Dewan Pertimbangan MUI, M. Din Syamsuddin mengatakan, arahan Presiden kepada Menag untuk mengatasi radikalisme adalah sangat tendensius. Radikalisme, yang memang harus kita tolak terutama pada bentuk tindakan nyata ingin memotong akar (radix) dari NKRI yang berdasarkan Pancasila.
Di sini, kata Din, Presiden dan pemerintah tidak bersikap adil dan bijaksana. Radikalisme, yang ingin mengubah akar kehidupan kebangsaan (Pancasila) tidak hanya bermotif keagamaan, tapi juga bersifat politik dan ekonomi. Sistem dan praktek politik yg ada nyata bertentangan dengan Sila Keempat Pancasila, begitu pula sistem dan praktek ekonomi nasional dewasa ini jelas menyimpang dari Sila Kelima Pancasila.
“Mengapa itu tidak dipandang sebagai bentuk radikalisme nyata (yang tidak lagi bersifat pikiran tapi sudah perbuataan menyimpang) terhadap Pancasila. Bahkan ada sikap dan tindakan radikal terhadap Negara Pancasila seperti komunisme (yang pernah dua kali memberontak) atau separatisme yg ingin memisahkan diri dari NKRI tapi tidak dipandang sebagai musuh Negara Pancasila,” paparnya.
Din mengemukakan, jika Presiden dan Pemerintah hanya mengarahkan tuduhan dan tindakan anti radikalisme terhadap kalangan Islam, maka itu tidak akan berhasil dan hanya akan mengembangkan radikalisme yang bermotif keagamaan. Umat Islam yang sejatinya tidak radikal bahkan berwawasan moderat sekalipun akan tergerak membela mereka yang dianggap radikal jika diperlakukan tidak adil.
Kebijakan dan tindakan anti radikalisme demikian akan gagal dan akan dilawan karena dianggap sebagai bentuk radikalisme itu sendiri dan diyakini sebagai bentuk ketidakadilan atau kezaliman.
Kurikulum
Terkait isu Menag Fachrul Razi yang hendak mengubah kurikulum Agama Islam, Anton Tabah mengaku tidak setuju. Karena kurikulum Agama Islam sudah digodog berpuluh tahun sejak NKRI lahir. Oleh karena itu kurikulum Agama Islam jangan sampai diubah menjadi sekuler, liberal dan pluralisme (sepilis. Apalagi sepilis sangat bertentangan dengan Islam dan Pancasila. Oleh karena itu sepilis kontra Pancasila dan kontra semua agama.
“Saya juga tidak setuju adanya isu semua agama sama, semua agama rahmatan lil alamin. Padahal hanya Islam yang rahmatan lil alamin. Apalagi hanya Islam yang tegas, jelas dan detail memuat segala aspek kehidupan,” tegasnya.
Karena Islam rahmatan lil alamin, sambung Anton, maka banyak ilmuwan non muslim yang terpesona dan menyatakan risalah Islam yang disampaikan Nabi Muhammad SAW bukan hanya agama terakhir tapi juga sebuah peradaban baru yang komplit. Oleh karena itu umat Islam wajib kritik terhadap siapapun yang melarang mengucapkan kata kafir walau di masjid.
“Kita harus bedakan kajian takfiri dan pengkafiran. Selama ini apa ada masjid atau ustad yang bicara pengkafiran. Jika ada siapa dan dimana sehingga harus jelas. Jika cuma bicara tanpa fakta itu fitnah dan buat gaduh. Ayat Al Quran yang menyatakan, “Sesungguhnya orang-orang kafir dari ahli kitab dan orang musyrik itu jadi penghuni neraka jahanam, kekal dan mereka itu seburuk-buruk makhluk”. Ayat Al Qur’an itu bukan pengkafiran apalagi mengkafir-kafirkan orang lain tapi begitu firman Allah SWT,” ujar Anton.
“Kalau seperti ini dinilai pengkafiran ya sangat salah, mosok baca ayat-ayat Allah dilarang. ini dijamin oleh Pancasila dan UUD 45. Dan sudah berjalan ribuan tahun jauh sebelum Indonesia merdeka,” pungkas mantan jendral polisi tersebut,” papar Anton.
Penistaan Agama
Ketua Media Center Persaudaraan Alumni (PA).212 Habib Novel Bamukmin mengatakan, yang menjadi kegaduhan besar bagi umat beragama saat ini adalah masalah penistaan agama yamg sangat akut. Sehingga adanya penistaam agama bisa menyebabkan pecah belah bangsa ini. Bahkan ketika ada ulama yang membela agamanya dicap sebagai pelaku kriminalitas dan langsung dimasukan ke dalam tahanan.
“Padahal PKI yang sudah jelas terbukti biadabnya malah mendapatkan tempat di negara ini. Padahal komunis ancaman buat seluruh agama di Indonesia untuk itu Menag wajib diganti dengan ulama yang lurus serta berpengetahuan yang luas sehingga bisa mengayomi umat seluruh agama umumnya dan umat islam khususnya,” paparnya.
Novel menilai, umat Islam harus mendapatkatkan perhatian yang lebih logis, proporsional dan adil. Bukan diskriminasi yang tidak sesuai dengan sila pertama Pancasila bahwa agama harus dilindungi dan diberi kebebasan kepada para pengikutnya untuk diamalkan secara penuh. Apalagi Islam adalah rahmatan lil alamin yang segala konsekwensinya sudah dijamin melindungi dan menghormati agama agama lain yamg resmi di negara ini.
Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI) Slamet Maarif mengatakan, karema Kabinet Indonesia Maju belum bekerja karena belum terbentuk komisi maka Slamet meminta untuk menunggu kinerja dari para pembantu Presiden Jokowi.
Terkait ada beberapa menteri yang terkesan memusuhi umat Islam, Slamet menuturkan, bahwa memusuhi umat Islam merupakan grand desain yang dibangun sudah lama oleh kolonial.”Kita lihat nanti kebijakannya, kan para menteri belum kerja,” jelasnya.
Mengadu Domba
Dihubungi terpisah, Pengasuh Ponpes Tahfidz Qur’an (PPTQ) Al Bayan, Bojonegoro, Jawa Timur, Ustadz Harits Abu Ulya berharap semua pihak yang peduli kepada kerukunan, kebersamaan dan kedamaian agar bisa kembali ke nalar yang jernih dan hati yang lapang. Oleh karena itu para pihak yang menyudutkan umat dan agama Islam agar sudut pandangnya di perlebar serta melihat dengan satu sisi saja.
“Jangan sampai isu radikalisme menjadi industri pintu masuk untuk mengoyak dan mengadu domba rakyat,” ujar Ustadz Harits kepada Harian Tetbit, Senin (28/10/2019).
Ustadz Harits menyebut, jangan sampai isu radikalisme
radikalisme yang diarahkan ke umat dan agama Islam menjadi “proyek kedok” yang dampaknya sangat destruktif terhadap tatanan sosial yang ada. Dan akhirnya membuat anak bangsa lupa pada problem komplek yang lebih krusial untuk segera di pecahkan; seperti kemiskinan, kwalitas SDM, kedaulatan di bidang energi, pangan dan sektor-sektor kebutuhan primer rakyat.
“Jujurlah wahai penguasa dan punggawanya, siapa dan apakah yang menjadi ancaman aktual saat ini terhadap kedaulatan NKRI dengan segenap tumpah darah yang dikadungnya,” jelasnya. [ht]