Kumbanews.com – Indonesia merupakan negara yang paling banyak memiliki gunung berapi aktif di dunia. Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat setidaknya ada 127 gunung aktif.
Dari jumlah gunung api itu, 69 diantaranya diawasi ketat selama 24 jam setiap hari. Sedikitnya ada 4,5 juta orang yang akan terdampak dan terancam oleh aktivitas gunung api yang diawasi tersebut.
1. Badan geologi awasi gunung berapi selama 24 jam
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Rudy Suhendar menerangkan bahwa lembaganyalah yang nantinya bertugas melakukan penelitian dan pelayanan mitigasi geologi di kawasan tersebut. Menurutnya, terdapat strategi tahapan mitigasi untuk berbagai bencana seperti longsor dan tsunami.
“Sekitar 4,5 juta orang terancam gunung api. Kami ada 200 pemantau kerja 24 jam mulai beberapa tahun lalu, termasuk Anak Krakatau. Tiap lembaga berusaha kasih ketenangan bagi masyarakat,” ujar Rudy dalam diskusi mitigasi bencana di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur, Kamis 3 Januari 2019.
2. Dibutuhkan peran serta masyarakat dalam mitigasi bencana
Namun, ada juga masyarakat yang sebetulnya dapat terpapar bahaya gunung api, tapi tidak diiringi dengan kesadaran akan mitigasi bencana. Contoh kasus saat Gunung Merapi yang meletus tahun 2010. Saat itu, Rudy mengatakan perlu kerja keras pemerintah untuk dapat merangkul masyarakat sekitar dalam rangka mitigasi bencana.
“Mitigasi utamanya peran serta masyarakat. Jadi mudah-mudahan kalau ada letusan bisa terhindar, tahu kemana larinya. Guru SD disosialisasi,” tuturnya.
3. Minimnya pengetahuan soal mitigasi bencana jadi salah satu faktor banyaknya korban yang jatuh
Ditambahkannya lagi, sampai saat ini kesadaran masyarakat akan mitigasi bencana masih sangat rendah, terbukti masih ada saja bangunan atau tempat tinggal yang dibangun di kawasan rawan bencana seperti di Pandeglang, Banten.
“Mitigasi sebenarnya kita tinggal dimana harus sadar. Kalau wisatawan tahu saja harus ada dimana (menginap), maka korban bisa dikurangi. Warga enggak mau tahu resiko bencana,” kata Rudy.
4. Mitigasi bencana perlu kerja sama antar berbagai sektor terkait
Lebih jauh Rudy mengatakan bahwa dalam mitigasi bencana sendiri tidak bisa dilaksanakan atau dikerjakan sendiri dan butuh kerja sama antar berbagai sektor terkait lainnya.
“Tata ruang jadi tulang punggung mitigasi bencana itu adalah garda depan mitigasi hanya memang sudah didukung regulasi Undang-Undang No. 24 dan 26, Undang-Undang Tata Ruang itu udah mendukung bencana . Jadi faktor pola tata ruang kurang sehingga kalau ada bencana, selalu ada korban,” jelasnya.