Bisnis Hotel Terpuruk Karena Corona, Bagaimana dengan Sewa Apartemen Harian?

  • Whatsapp
Bisnis Sewa Apartemen Harian Sepi Karena Dampak Corona

Kumbanews.com – Ribuan hotel dan ratusan restoran terpaksa tutup karena pandemi Corona. Asosiasi dan pelaku usaha berharap adanya uluran tangan pemerintah agar mereka bisa bertahan.

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menyampaikan data bahwa jumlah hotel yang tutup dan terpaksa meminta karyawan cuti atau PHK berjumlah 1.174 per 1 April 2020. Masih dari data yang sama, sebanyak 286 restoran dan tempat hiburan juga tutup. Hal ini dilakukan sebab pendapatan yang mereka terima sudah tak mampu menutup biaya utilitas dan membayar gaji karyawan. Hal ini menyebabkan secara langsung para pemilik unit apartemen yang menyediakan sewa apartemen murah.

Bacaan Lainnya

Sekretaris Jenderal PHRI, Maulana Yusran berharap pemerintah dapat membuat kebijakan tepat bagi industri karena dampak Corona ini sudah terasa di seluruh Indonesia.

“Pemerintah sudah tidak seharusnya melihat satu atau dua sektor lagi. Kondisi ini, terkendala semua jenis usaha, semua sektor. Pariwisata sudah lebih dulu merasakan ini dan ini bukan terjadi hanya sekitar Jawa, sudah di Sumatera, Ambon, Papua, semua sudah terjadi,” kata Maulana pada kumbanews.

Salah satu biaya yang saat ini memberatkan perhotelan adalah biaya listrik. Menurut Maulana, kebijakan pemerintah pusat melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 mengenai penggratisan tarif listrik 450 VA dan diskon 50 persen untuk 900 VA tidak berpengaruh bagi industri pariwisata. Hal serupa dialami para pemilik unit apartemen yang harus membayar biaya service charge untuk setiap unit yang dimilikinya, meski unit apartemen harian terisi atau tidak.

Ia justru berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kebijakan khusus untuk listrik bagi pelaku industri.

“Kita berharap listrik ini berapa yang kita pakai, segitulah yang kita bayar,” imbuhnya.

Selain itu, Maulana juga berharap pemerintah dapat membantu para karyawan yang saat ini terpaksa cuti tanpa gaji akibat lesunya industri pariwisata. Terkait tenaga kerja ini, Maulana menyampaikan beberapa poin.

“Urusan ketenagakerjaan, yang kita harapkan masalah BPJS-nya. BPJS Kesehatan itu kita minta iurannya dibebaskan dulu karena kita (hotel) kan nggak bisa membayar gaji mereka penuh,” kata Maulana.

Serupa dengan BPJS, Maulana juga menjelaskan bahwa saat ini industri perhotelan dan restoran sudah tidak mampu membayar THR.

Di sisi lain, Maulana juga mengatakan bahwa para karyawan ingin bisa mencairkan jaminan hari tua yang mereka miliki.

“Karena mereka butuh (uang) cash untuk memperpanjang hidup mereka dengan kondisi situasi seperti ini,” ungkapnya.

Poin berikutnya adalah mengenai kartu pra-kerja yang juga masuk dalam Perrpu yang dikeluarkan pemerintah tersebut. Maulana menilai pemberian kartu pra-kerja ini lebih tepat sasaran jika diberikan dalam bentuk uang tunai.

“Kartu pra-kerja itu kan ada bentuk cash, ada bentuk pelatihan. Totalnya per orang sekitar Rp 1 jutaan. Kita minta pelatihannya itu diabaikan dulu karena hari gini nggak ada orang mau ikut pelatihan. Orang sudah banyak yang lapar kok. Mendingan dikasi bulat Rp 1 juta supaya mereka masih bisa menghidupi keluarga mereka,” ia menjelaskan.

Kemudian, Maulana juga menyarankan alih-alih hanya menggratiskan Pajak Hotel dan Restoran, pemerintah juga sebaiknya mempertimbangkan untuk mengatur mengenai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang saat ini masih harus dibayar hotel dan restoran.

“Saya yakin banyak PBB yang tidak terbayar karena nilainya juga cukup besar,”tukasnya.

“Jadi jangan dipikir pengusaha itu punya uang banyak. Nggak semua. 80 persen di Indonesia itu adalah UMKM, “lanjutnya.

Maulana menyampaikan bahwa pengambilan kebijakan itu tak bisa dilakukan oleh kementerian atau lembaga tertentu saja. Maka ia berharap Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) dapat membantu menjembatani mereka dengan kementerian atau lembaga terkait. Selain itu, sebaiknya Kemenparekraf juga fokus membantu mengatasi dampak Corona di sektor pariwisata.

“Kementerian Pariwisata harusnya mengawal ini. Dan kita pernah mengajukan juga ke Kementerian Pariwisata, mohon untuk dapat anggarannya itu dialokasikan untuk penanganan COVID-19, maksudnya fokus ke dampak-dampak di sektor pariwisata,” katanya.

Maulana menjelaskan situasi industri saat ini,”kita sudah ada dalam situasi yang terjepit tapi terus berjuang sendiri.”

Maulana masih berharap pemerintah dapat membantu pelaku industri dengan membuat terobosan kebijakan lainnya, terutama yang menjamin kelangsungan hidup para tenaga kerja.

Pos terkait