Cerita Romi Syofpa yang Ingin Berhenti sebagai Dokter dan Minta Suami Nikah Lagi

  • Whatsapp

Kumbanews.com – Setelah melahirkan anak kedua pada Juli 2016, dokter gigi Romi Syofpa Ismael mengalami paraplegia (lemah tungkai kaki). Sebagai ibu dan istri, Romi merasa tak mampu menjalankan perannya dengan sempurna. Ia juga pernah berniat mundur sebagai dokter di Puskesmas Talunan.

“Saya pernah meminta suami untuk menikah lagi, yang penting dia mendapatkan istri yang dapat menjaga anak-anak,” kata Romi dilansir detikcom.

Bacaan Lainnya

Ia merasa diri tak berguna sebagai istri dan ibu. Sebab hampir semua aktivitas di rumah dikerjakan oleh suaminya, Februarmy (Femi).

“Suami saya akhirnya berhenti bekerja demi merawat saya dan anak-anak,” imbuh Perempuan kelahiran Sicincin, Padangpariaman, 6 september 1986 itu dengan mata berkaca-kaca.

Permintaan Romi tentu ditolak mentah-mentah oleh Femi. Sebagai suami ia menyatakan sejak awal sudah siap menerima kehadiran sang istri apa adanya. Ia selalu menyokong aktivitas Romi sebagai dokter gigi dengan sepenuh hati. Ketika warga dan kepala Puskesmas Talunan menolak permintaan Romi dan mempertahankannya sebagai dokter di puskesmas, Femi membelikannya kursi roda. Dia juga mengecor jalanan agar mudah dilalui Romi. “Semua saya kerjakan sendiri dengan biaya sendiri, tanpa meminta bantuan dari pemerintah,” ujarnya.

Tapi semua pengorbanan dan perjuangan Romi dan suaminya seperti tak dihargai. Saat dirinya ingin menjadi calon pegawai negeri sipil, Pemkab Solok Selatan justru menganulirnya, Maret lalu. Ia dipersalahkan karena karena memilih formasi umum, bukan difabel. Padahal Romi mendapat nilai terbaik untuk semua materi yang diujikan.

“Saya tidak salah karena umum artinya bisa diikuti oleh siapa saja baik yang sehat fisiknya atau pun yang difabel. Dalam menjalankan aktifitas sebagai dokter gigi juga tak terhambat,” kata Romi.

Ketua Umum Persatuan Dokter Gigi Indonesia Sri Hananto Seno menyampaikan kesaksian dan penilaian serupa. Sebagai dokter gigi, Romi tidak tergganggu aktifitasnya dengan kondisinya sekarang. Dia masih bisa bekerja melayani dan menangani pasien. Sehingga tak ada alasan untuk menganulir status CPNS drg. Romi.

“Pemkab Solok Selatan mau tak mau harus mencabut kebijakannya yang diskriminatif itu dan menetapkan Romi sebagai CPNS,” tegasnya.

Selama sepekan kemarin, Romi bersama suami berada di Jakarta untuk memperjuangkan haknya. Dia melawan perlakuan diskriminatif itu dengan menemui sejumlah menteri terkait.[dtk]

Pos terkait