Kumbanews.com – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mendorong enam hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mengembalikan penghargaan Bintang Mahaputera yang diberikan Presiden Joko Widodo pada Rabu (11/11) lalu.
Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana curiga penghargaan tersebut sebagai bentuk intervensi Jokowi terhadap independensi kehakiman di MK.
Apalagi, Jokowi tengah menjadi pihak yang digugat terkait UU Cipta Kerja.
“Saya berpendapat sebaiknya hakim MK dapat menolak penghargaan ini atau mengembalikan penghargaan,” kata Arif dalam keterangannya, Jumat (13/11).
Arif berpendapat, penghargaan Bintang Mahaputera kepada enam hakim MK semakin menguatkan kecurigaan publik terhadap revisi kilat UU MK beberapa waktu lalu yang memperpanjang masa jabatan hakim MK.
Arif menilai tindakan Jokowi telah melanggar TAP MPR Nomor VI Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa khususnya, terkait etika politik dan pemerintah.
“Saya berpendapat tindakan presiden melanggar TAP MPR No. VI MPR 2001 ttg Etika kehidupan Berbangsa khususnya terkait etika politik dan pemerintahan,” kata Arif.
Sementara itu, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati mempertanyakan penghargaan Bintang Mahaputera yang diberikan Jokowi kepada Hakim Arief Hidayat, satu dari enam hakim yang menerima penghargaan tersebut.
Pasalnya, menurut Asfin, Arief sebelumnya sempat dua kali dikenai sanksi.
Pada 2018, Arief tercatat dua kali dikenai sanksi ringan berupa teguran lisan terkait isu lobi politik terhadap pencalonan kembali dirinya sebagai hakim konstitusi. Sanksi tersebut merupakan kali kedua setelah pada 2016 ia diduga memberikan katabelece atau pesan pendek tertulis kepada mantan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Widyo Pramono.
“Sehingga kami mempertanyakan itu pertimbangannya mendapatkan Bintang Mahaputera itu apa?” kata Asfin.
Selain itu, Asfin turut mencurigai pemberian Bintang Mahaputera merupakan imbal jasa setelah Jokowi meminta MK agar dapat memproses gugatan secara fleksibel, sederhana, kompetitif, dan responsif.
Permintaan itu disampaikan Jokowi pada 28 Januari lalu, saat menghadiri agenda Penyampaian Laporan Tahunan MK Tahun 2019.
“Jadi secara etika sangat problematis. Nah, kalau dia hanya ngasih bintang Mahaputera saja itu udah problematis, lebih problematis lagi karena pada Februari, Pak Jokowi minta tolong kepada MK untuk soal Omnibus,” kata dia.
Ia berharap pemberian Bintang Mahaputera kepada enam hakim MK tak mengurangi independensi mereka di tengah sejumlah perkara yang dilayangkan publik, khususnya soal UU Cipta Kerja.
“Jadi kepada hakim MK yang paling bertanggungjawab dalam persoalan ini adalah presiden karena dia yang punya inisiatif ya,” katanya.
Tercatat enam hakim MK yang menerima penghargaan gelar Bintang Mahaputera itu yakni, Arief Hidayat, Anwar Usman, dan Aswanto. Ketiganya menerima Bintang Mahaputera Adiprana.
Sedangkan tiga hakim lainnya menerima Bintang Mahaputera Utama yakni, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, dan Manahan MP Sitompul.
Total ada 71 tokoh yang menerima gelar Bintang Mahaputera oleh Presiden Joko Widodo. Bintang Mahaputera dan Bintang Jasa diberikan kepada para pejabat negara/mantan pejabat negara Kabinet Kerja 2014-2019 serta ahli waris dari para tenaga medis dan tenaga kesehatan yang gugur dalam penanganan Covid-19.
Tanda kehormatan ini diberikan melalui Keputusan Presiden RI Nomor 118 dan 119/TK/TH 2020 tertanggal 6 November 2020. []