Oleh: M. Rizal Fadillah*
MASIH ramai di media sosial kasus pemecatan Dandim Kendari Kolonel Hendi Suhendi karena postingan istri yang diduga dikaitkan dengan penusukan Menko Polhukam Wiranto.
Penusukan yang faktanya masih simpang siur dan berbeda-beda informasi baik latar belakang maupun kejiwaan penusuk. Soal ISIS hingga stress. Dari target yang jelas hingga tak tahu bahwa yang diserang itu Wiranto. Kemudian juga kondisi Wiranto sendiri dari soal luka atau tidak hingga 3,5 liter darah yang keluar. Belum ada informasi yang betul betul akurat.
Postingan sang istri penyebab pemecatan dan penghukuman Dandim adalah berbunyi “Jangan cemen pak,…kejadianmu tak sebanding dengan berjuta nyawa yang melayang”.
Meski diduga diarahkan pada Wiranto akan tetapi secara hukum tidak semudah itu disimpulkan. Pertama tidak ada penyebutan nama Wiranto dan kedua Wiranto tidak berhubungan dengan “berjuta” jiwa melayang.
KSAD Jenderal TNI Andika Perkasa yang memecat dan menghukum Dandim mengarahkan istrinya ke pengusutan kepolisian. Polisi menyatakan menunggu laporan untuk memproses.
Pemecatan dan penghukuman disiplin penjara 14 hari atas kesalahan istri adalah bertentangan dengan asas hukum “siapa berbuat jahat dia yang dihukum”. Kemudian jika juga delik “deelneming” bagaimana seseorang dapat dihukum jika orang diduga bersalah belum dinyatakan “bersalah” secara hukum? Istri Dandim belum ada proses apapun apalagi dinyatakan sebagai terhukum.
Yang paling fatal lagi adalah KSAD telah melanggar UU 25/2014 tentang Hukum Disiplin Militer Pasal 32 hingga 40. Acara pemeriksaan secara hukum militer tidak dijalankan sesuai dengan undang-undang.
Untuk istri Dandim andai saja ditemukan orang yang sedang lewat kemudian “diminta” melapor, maka jalanlah pemeriksaan. Betapa enteng memulai proses. Akan tetapi mengingat masih bias kalimat “jangan cemen…” itu, maka andai saja istri Pak Dandim bisa mengelak dan tak terbukti secara hukum melanggar KUHP atau UU ITE, maka akan berdampak besar:
Pertama, Jenderal Andika telah melakukan perbuatan menghukum orang tak bersalah.
Kedua, KSAD telah mempermalukan institusi TNI di depan umum.
Ketiga, terjadi pelanggaran UU oleh KSAD.
Dengan demikian maka konsekuensi yang terjadi ke depan adalah di samping pelapor akan berisiko pidana atas delik melakukan, pelaporan palsu, juga Jenderal Andika justru telah melakukan pelanggaran hukum.
Pilihannya sudah sangat jelas, KSAD harus mencopot jabatan dirinya sendiri (mengundurkan diri) atau harus dicopot dan dihukum sesuai dengan ketentuan UU 25/2014 tentang Hukum Disiplin Militer.
Republik Indonesia adalah negara hukum bukan negara kekuasaan. Militer tentu sudah sangat tahu.
*) Pemerhati politik dan hukum.
=