Daun Ini Dibuang-buang di RI, Ternyata Diburu Jepang – Belanda

Foto: Daun jeruk. (Ye Aung Thu / AFP)

Kumbanews.com – Di balik harum dan segarnya kuliner Asia, ada satu bahan yang diam-diam memainkan peran besar: daun jeruk asal Indonesia. Dari rendang hingga tom yum, daun jeruk menjadi bumbu penting yang permintaannya stabil di pasar internasional. Tapi di tengah dominasi Indonesia sebagai pemasok utama, ekspor daun jeruk justru mengalami tren penurunan dalam beberapa tahun terakhir.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ekspor daun jeruk Indonesia pada 2024 sebesar US$3,26 juta atau sekitar Rp 53 miliar (US$1=16.270), turun dari US$4,10 juta pada 2023 dan jauh dari puncaknya di US$4,78 juta pada 2019.

Bacaan Lainnya

Meski angka ini menunjukkan penurunan, tidak berarti permintaan menurun drastis. Sebaliknya, tren ini lebih mencerminkan dampak pandemi terhadap rantai pasok global serta disrupsi logistik yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir.

Yang menarik, ekspor daun jeruk RI tetap didominasi oleh Malaysia dan Jepang, dengan nilai masing-masing US$913,32 ribu dan US$680,75 ribu pada 2024. Negara-negara lain seperti Iran, India, dan Belanda juga masih menjadi pasar ekspor, meski dengan volume yang lebih kecil.

Malaysia tetap menjadi importir terbesar daun jeruk RI, didorong oleh kebutuhan industri kuliner dan makanan olahan. Kedekatan geografis juga membuat Indonesia menjadi pemasok utama bagi Malaysia, dengan biaya pengiriman yang lebih rendah dibandingkan negara lain.

Jepang, di sisi lain, memiliki karakteristik pasar yang berbeda. Permintaan daun jeruk di Negeri Sakura lebih didorong oleh industri makanan sehat, farmasi, serta produk berbasis herbal seperti teh dan minyak esensial. Jepang dikenal memiliki standar kualitas tinggi, dan produk daun jeruk Indonesia masih menjadi pilihan utama di pasar ini.

Fakta bahwa Malaysia dan Jepang tetap menjadi pelanggan setia menunjukkan bahwa daun jeruk RI masih memiliki daya saing kuat. Tidak ada indikasi bahwa pasar melemah, hanya bahwa pola permintaan dan kondisi ekspor masih dalam fase penyesuaian pasca-pandemi.

Jika melihat tren lima tahun terakhir, ekspor daun jeruk Indonesia memang mengalami fluktuasi. Namun, tidak ada tanda-tanda pelemahan permanen dalam permintaan. Turunnya ekspor dari US$4,78 juta pada 2019 ke US$3,26 juta di 2024 kemungkinan besar lebih disebabkan oleh beberapa faktor seperti Pandemi, dan faktor cuaca.

Pandemi menyebabkan gangguan distribusi dan pengiriman global. Beberapa negara tujuan memberlakukan pembatasan impor lebih ketat, sementara biaya logistik melonjak. Adanya persaingan dari negara lain seperti Thailand dan Vietnam mulai memasok daun jeruk ke pasar global dengan harga kompetitif juga memengaruhi nilai ekspor daun jeruk RI.

Lalu, negara seperti Jepang dan Uni Eropa memiliki standar tinggi terkait residu pestisida dan kualitas produk, membuat eksportir harus memenuhi persyaratan ketat.

Produksi daun jeruk yang bergantung pada musim dan kondisi cuaca turut mempengaruhi pasokan yang bisa diekspor.

Jika tren ini terus berlanjut, Indonesia berisiko kehilangan pangsa pasar daun jeruk di kancah global. Untuk membalikkan keadaan, diperlukan strategi peningkatan kualitas, efisiensi rantai pasok, serta diversifikasi pasar ekspor agar tidak bergantung pada segelintir negara pembeli.

Saat ini, ekspor daun jeruk masih cukup besar di Asia, tetapi apakah Indonesia bisa mempertahankan dominasinya di pasar global? Ataukah ini tanda bahwa industri daun jeruk RI perlu berbenah?

 

 

 

 

Sumber: CNBC Indonesia

Pos terkait