Kumbanews.com – Mantan Hakim Agung, Gayus Lumbuun, terlibat perdebatan dengan Ali Mochtar Ngabalin terkait dengan polemik WNI eks ISIS di acara Kabar Indonesia Malam, tvOne, Kamis, 13 Februari 2020. Awalnya, Ngabalin menyatakan jika merujuk pada UU Kewarganegaraan, huruf D, ISIS adalah dinas militer asing bukan negara.
Kemudian para WNI itu masuk ke ISIS tanpa izin presiden (aturannya ada di huruf F), dan dengan sukarela mengambil sumpah dan janji kepada Negara Islam Suriah dan Irak (huruf D), maka secara otomatis gugur kewarganegaraannya.
“UU itu. Di mana lagi yang harus menjadi perdebatan dalam posisi ini?” kata Ngabalin.
Begitu Ngabalin mengeluarkan pernyataan itu, Prof Gayus segera meresponnya.
“Ada perdebatannya. Siapa yang melakukan UU ini. Aplikasi ke mana, ke pengadilan. Mana bisa UU dijalankan oleh presiden,” sergah Prof Gayus.
Ngabalin lantas melanjutkan UU 12 tahun 2006 itu bersifat lex spesialis tentang kewarganegaraan. Terlebih, para WNI itu atas sukarela dan kemauan sendiri bergabung dengan ISIS.
Gayus yang pernah menjadi anggota DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu memberikan tanggapannya.
“Saya hanya mau tanya, apakah pemerintah berhak mengeksekusi?” kata Gayus.
“Atas nama undang-undang,” jawab Ngabalin.
“Oh tidak bisa, pengadilan. Enak aja,” sergah Gayus.
“Ini negara hukum bung, mana bisa,” lanjut Gayus.
Ngabalin mengatakan UU Kewarganegaraan adalah lex spesialis menjelaskan status dan kedudukan.
“Anda kurang jelas lex spesialis,” Gayus kembali menanggapi.
“Mereka punya hak komplain, ke pengadilan,” lanjut Gayus lagi.
“Gimana mereka mau komplain, sementara mereka membakar paspornya, dan menyebutkan negara ini adalah negara thagut,” kata Ngabalin.
“Jangankan paspor, bakar rumah saja diadili,” balas Gayus.
“Dan kita tahu, seluruh harta kekayaannya di negeri ini telah dijual untuk kepentingannya dalam perjalanannya,” Ngabalin melanjutkan pembicaraannya.
Gayus kemudian menegaskan apapun pelanggaran para WNI eks ISIS itu, muaranya adalah di pengadilan untuk memberi keadilan. Ukurannya apa, tegasnya, di situ ada.
“Bukan pemerintah,” tegas Gayus.
Gayus mengatakan pemerintah tidak boleh menafsirkan undang-undang tanpa proses pengadilan. Perdebatan pun terjadi lagi.
“Di mana posisinya tidak boleh?” tanya Ngabalin.
“Tidak bolehnya kalau dilaksanakan sendiri. Kalau pemerintah sudah mencabut undang-undang dan menggunakan undang-undang dengan kekuasaannya, itu sudah melanggar….”
Saat Gayus menjelaskan argumentasinya itu, Ngabalin meresponnya dengan tertawa.
“Kok tertawa, nggak perlu ketawa. Itu anda ketawanya bodoh. Ini saya kasih tahu anda. Sekarang anda bilang undang-undang lex spesialis, semua juga lex spesialis, narkotika juga lex spesialis,” kata Gayus ke Ngabalin.
Gayus menambahkan pemerintah tidak salah dengan rapat terbatasnya. Tapi, prosedur untuk menetapkan secara pasti mengenai status kewarganegaraan itu adalah wilayah pengadilan.(*)