Kumbanews.com – Demo penolakan Undang-undang Cipta Kerja atau Omnibus Law kembali digelar hari ini. Hingga petang ini demo kembali rusuh di sejumlah titik.
Pendiri LBP Institute Lucky Bayu Purnomo mengungkapkan rusuhnya demo ini disebut tidak akan memberikan dampak yang signifikan ke indeks harga saham gabungan (IHSG). Hal ini tercermin dari saat penutupan indeks masih berada di zona positif.
Menurut Lucky saat ini pelaku pasar juga sudah bisa melihat dan memilah demo yang digelar oleh masyarakat. “Pasar, saya kira sudah bisa memberikan catatan dari demo yang dilakukan, mereka sudah bisa memilah. Saat ini pasar juga sedang memperhatikan sentimen global yang akan terjadi yaitu pemilihan Presiden AS,” kata dia dilansir dari detikcom, Selasa (13/10/2020).
Dia mengungkapkan apalagi saat ini indikator lain dalam kondisi yang cukup baik mulai dari nilai tukar rupiah, harga komoditas, indeks global.
“Pasar juga melihat apakah ada sentimen lain, misalnya kondisi pasar sangat ketakutan karena ada sentimen negatif dari berbagai sektor. Tapi kan tidak, saat inikan tidak jadi meskipun ada demo pasar juga masih memperhatikan sentimen global. Rupiahnya juga masih mampu bertahan,” jelas dia.
Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim mengungkapkan pasar sedang memantau demontrasi UU Omnibus Law yang terjadi sejak siang. Menurut dia Omnibus Law yang sudah di setujui DPR dan disaahkan oleh pemerintah, akan membawa berkah bagi perkembangan ekonomi dimasa mendatang dan ini merupakan sejarah baru bagi Indonesia yang telah memiliki UU Cipta Kerja di mana Indonesia yang akan mengalami resesi di masa pandemi COVID-19.
Hari ini Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 12-13 Oktober 2020 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 4%. BI sudah menahan bunga acuan ini 4 bulan berturut-turut. BI memandang bunga acuan tersebut masih inline dalam mendorong pemulihan ekonomi dari dampak pandemi COVID-19.
“Alasan Bank Indonesia mempertahankan suku bunga, Pertumbuhan ekonomi dunia terus membaik dipengaruhi stimulus fiskal negara maju antara lain AS. Perbaikan ekonomi global juga didukung oleh pemulihan ekonomi China sebagai dampak stimulus fiskal dan berkurangnya Covid-19 dan meningkatkan investasi manusia di tengah tertahannya ekonomi negara lainnya,” jelas dia.(dt)