Kumbanews.com – Pengungsi korban gempa Ambon di Desa Tulehu, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, mengeluh karena harus membayar layanan kesehatan di Rumah Sakit Darurat dr Ishak Umarela, yang beroperasi di lokasi pengungsian di desa tersebut.
Rumah sakit darurat yang telah didirikan sejak gempa Ambon pada Kamis (26/9/2019) itu, semula memberikan layanan kesehatan gratis bagi pengungsi di desa tersebut.
Namun, sejak empat hari lalu warga yang hendak beroba disuruh membayar.
Banyak warga yang sakit pun mengeluh lantaran untuk berobat atau memeriksakan kesehatannya saja mereka harus mengeluarkan uang.
Akibatnya banyak pengungsi tidak lagi mendatangi rumah sakit tersebut untuk berobat.
“Sekarang semua tidak gratis lagi, walaupun kita pengungsi, hidup di tenda darurat kita tetap bayar kalau mau berobat,” kata salah satu pengungsi, Levi Nahumarury di lokasi pengungsian, Minggu (13/10/2019).
Levi mengaku saat ini kondisi ibunya sedang sakit di tenda darurat. Namun, karena tidak memiliki uang yang cukup, ibunya tidak bisa dibawa ke rumah sakit.
“Ibu saya sendiri sedang sakit, kita mau bawa ke rumah sakit tapi saya tanya tadi di suster katanya sudah harus pakai bayar,” ujar dia.
Menurutnya, kebijakan rumah sakit yang mewajibkan pengungsi yang berobat untuk membayar sangat melukai hati masyarakat.
Sebab banyak pengungsi tidak punya uang.
“Kalau seperti begini itu artinya pihak rumah sakit ingin kami pengungsi di sini mati perlahan-lahan,” ujar dia.
Pengungsi lain, Alim meminta pemerintah Kabupaten Maluku Tengah dan Pemprov Maluku agar segera menyelesaikan masalah tersebut, karena hal itu hanya akan menyengsarakan warga khususnya para pengungsi.
“Bukannya rumah sakit darurat ini dibangun untuk kita para pengungsi? Lalu bagaimana mungkin kita yang sedang kesusahan harus diperlakukan seperti ini, kalau seperti begini sebaiknya tidak perlu ada rumah sakit di sini,” ungkap dia.
Terkait masalah tersebut, Kompas.com mencoba meminta konfirmasi ke Bupati Maluku Tengah Tuasikal Abua. Namun, hingga berita ini ditayangkan belum merespons.
Sebelumnya Kepala Bidang Pelayanan dan Perawatan di Rumah Sakit Darurat dr Ishak Umarela, Hasnawati Rasyid mengatakan, rumah sakit tersebut resmi menghentikan pelayanan kesehatan gratis kepada para pengungsi sejak 9 September.
Pihaknya memberlakukan tarif biaya rumah sakit bagi warga yang berobat setelah BPJS atas desakan dari pihak BPJS.
“Kami dituntut untuk bayar BPJS, katanya tanggap darurat sudah selesai sehingga kita juga kesulitan mau gratiskan untuk masyarakat juga salah,” ujar dia.
Sejak rumah sakit darurat dr Ishak Umarela dibangun di lokasi pengungsian Desa Tulehu, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, ribuan pengungsi yang sakit dirawat di rumah sakit tersebut.
Kepala Bidang Pelayanan dan Perawatan di Rumah Sakit Darurat dr Ishak Umarela, Hasnawati Rasyid mengatakan, rumah sakit darurat itu telah didirikan di lokasi tersebut saat gempa menguncang Pulau Ambon dan sekitarnya pada Kamis (26/9/2019) pekan lalu.
“Untuk hari pertama saat 26 September itu, pengungsi yang kita tangani sebanyak 217 orang, itu untuk satu hari saja dari pagi sampai malam,” kata Hasnawati kepada wartawan di rumah sakit tersebut, Sabtu (12/10/2019).
Sementara untuk jumlah pengungsi rawat jalan yang ditangani di rumah sakit tersebut sejak hari pertama rumah sakit tersebut didirikan hingga saat ini berjumlah 1.180 pasien.
“Itu untuk rawat jalan dari hari pertama sampai hari ini,” katanya.
Adapun untuk pasien yang menjalani perawatan secara intensif sebanyak 229 orang.
Ratusan pasien itu sebelumnya ikut dirawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit tersebut.
Baca juga: Gempa Ambon, Sejumlah Kantor Pemerintahan dan Rumah Warga Hancur
Saat ini kata dia setelah rumah sakit memberlakukan penggunaan BPJS bagi para pasien, pengungsi yang dirawat di rumah sakit darurat tersebut pun mulai menurun drastis,
“Sampai hari ini hanya 7 yang rawat jalan, karena sudah diberlakukan BPJS,” ujarnya.
Dia menambahkan setelah BPJS diberlakukan pihaknya tidak lagi bisa melayani pengobatan gratis terhitung sejak masa tanggap darurat dicabut pada 9 september tiga hari lalu.
“Kami dituntut untuk bayar BPJS, katanya tanggap darurat sudah selesai sehingga kita juga kesulitan mau gratiskan untuk masyarakat juga salah,” katanya. [tn]