Kumbanews.com – Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan Badan Penyelanggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Budi Mohammad Arief membantah terkait adanya isu BPJS Kesehatan mengurangi manfaat pelayanan mencakup katarak, biaya persalinan dan rehabilitasi medik.
“Faktanya, BPJS Kesehatan tetap menjamin biaya persalinan, operasi katarak, dan rehabilitasi medik. Hanya saja, kami ingin menyempurnakan sistem yang sudah ada agar pelayanan kesehatan bisa berjalan lebih efektif dan efisien, serta memperhatikan kemampuan finansial BPJS Kesehatan,” kata Budi dalam acara Ngopi Bareng JKN di Jakarta Timur, Kamis, 2 Agustus 2018.
Budi mengatakan, adapun tiga aturan baru yang terbit pada Juli 2018 lalu dan dipermasalahkan oleh berbagai pihak sebenarnya adalah langkah yang diambil BPJS Kesehatan untuk memastikan peserta program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) memperoleh manfaat pelayanan kesehatan yang bermutu, bukan menguranginya seperti kabar yang beredar.
“Hal ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari Rapat Tingkat Menteri awal tahun 2018 yang membahas tentang sustainibilitas Program JKN-KIS, dimana BPJS Kesehatan harus fokus pada mutu layanan dan efektivitas pembiayaan,” ujarnya.
Budi menambahkan, pihaknya juga telah melakukan analisis terhadap pelayanan kesehatan yang biayanya tinggi pada tahun 2017. Dari analisis itu pula, kata dia, maka untuk memenuhi prinsip ekuitas dalam penyelenggaraan JKN, BPJS kesehatan melakukan prioritas prosedur penjaminan pada pelayanan seperti katarak, bayi baru lahir dan rehabilitasi medik menyesuaikan dengan kapasitas dana jaminan sosial melalui implementasi 3 peraturan.
“BPJS Kesehatan sama sekali tidak mengatur ranah medis. Misalnya dalam kasus bayi lahir sehat. Kami setuju bahwa semua kelahiran harus mendapatkan penanganan yang optimal dari tenaga medis. Namun mekanisme penjaminan biaya untuk bayi sehat dan bayi yang sakit atau butuh penanganan khusus, tentunya berbeda,” kata Budi.
Ia pun menekankan bahwa dengan diimplementasikan 3 peraturan ini, bukan dalam artian ada menghilangkan manfaat pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta JKN-KIS, manfaat tetap diberikan, disesuaikan dengan kondisi keuangan saat ini. Dalam peraturan tersebut pun ditegaskan pentingnya standar pelayanan yg diberikan kepada peserta JKN-KIS.
Sementara, Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio mengatakan, seluruh pembiayaan yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ditambah dari iuran peserta JKN-KIS. Maka untuk menjalankan pelaksanaan tersebut harus pula sesuai dengan Undang-Undang (UU) yang berlaku.
Oleh karena itu, kata dia, harus pula ada pihak lain yang mengontrol pertanggung jawabannya dalam menjalankan UU tersebut. Supaya semua masyarakat dapat merasakan manfaatnya dari BPJS Kesehatan. “Bagaimana pun, dengan keterbatasan dana itu, jangan sampai ada pula pihak-pihak lain yang menyahgunakannya. Seperti seharusnya maksimal tiga kali periksa, jadi berkali-kali. Itu namanya korupsi,” kata dia.
Hingga saat ini, info dari data statistik BPJS Kesehatan per 1 Agustus 2018 terdapat 200 juta jiwa lebih penduduk di seluruh Indonesia yang telag menjadi peserta JKN-KIS. Artinya, pelayanan yang diberikan oleh BPJS Kesehatan akan terus meningkat sesuai kebutuhan masyarakat di 22.365 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), 2.418 rumah sakit dan klinik utama, 1.579 apotek, dan 1.081 optik.
Penulis : Pilo Poly
Editor : Saifullah