Emang Gue Pikirin dan Gitu Aja Kok Repot

  • Whatsapp

OLEH: JAYA SUPRANA

AKIBAT belum pernah jumpa Rene Descartes yang konon hidup duluan ratusan tahun ketimbang saya. Maka saya tidak memperoleh kesempatan bertanya langsung kepada Descartes mengenai apakah benar konon beliau pernah bersabda “cogito ergo sum” alias “saya berpikir maka saya ada”.

Bacaan Lainnya

Memelintir Logika

Kalimat memelintir logika itu senantiasa menghantui kalbu saya sejak mulai sedikit bisa berpikir. Sabda Descartes yang (maaf jika saya keliru) konon melandasi aliran pemikran eksistensialisme di kawasan ilmu filsafat Barat di samping subyective experience di kawasan psikologi.

Menurut pendapat saya yang tentu saja subjektif mirip-mirip khayalan Chuang Tzu tentang Lao Tse, bermimpi menjadi kupu-kupu atau kupu-kupu bermimpi menjadi Lao Tze.

Andaikata saya bisa berjumpa Descartes maka saya akan bertanya kepada beliau tentang sebenarnya mana yang lebih benar atau lebih keliru antara saya berpikir maka saya ada atau saya ada maka saya berpikir?

Terus terang saya memang sudah sulit membayangkan bahwa saya berpikir maka saya ada. Namun lebih sulit lagi membayangkan bahwa saya tidak ada lalu saya bisa berpikir.

Terus gelap bagaimana saya bisa berpikir jika saya tidak ada padahal saya ada saja terbukti tidak mampu berpikir. Bayangkan betapa membingungkan andaikata mendadak saya bisa berpikir padahal sebenarnya saya tidak ada! Atau sebaliknya!

Tampaknya saya harus jumpa juga dengan Soeren Kierkegaard untuk bertanya mengenai keberadaan maupun ketidakberadaan yang lanjut simpang-siur sampai ke Jean Paul Sartre. Sambil menyelundup masuk ke kawasan ilmu fisika melalui apa yang disebut kuantum mau pun relativitas gagasan Albert Einstein di luar sekaligus di dalam arus konspirasi pemikiran Niels Bohr dengan kawan-kawannya di Kopenhagen.

Mboten-mboten

Saya sempat mempelajari pemikiran sesama pemikir Prancis dengan Descartes namun beda zaman yaitu Alan Badiou. Terkesan pemikir Prancis kontemporer ini malah lebih menghanyutkan diri ke dalam arus aliran ontologi pemikir Yunani seperti Platon dan Aristoteles. Menyibuki yang kongkrit ketimbang arus aliran epistemologikal fundamentalisme Descartes menyibuki yang abstrak.

Bahkan terkesan bahwa pemikiran Alan Badiou lebih berpihak ke Mao ketimbang Descartes. Apalagi konon Descartes pernah curiga bahwa monyet sebenarnya bisa bicara namun sengaja pura-pura tidak bisa bicara agar tidak diajak manusia termasuk saya berdebat soal masalah mboten-mboten seperti filsafat.

Saya makin putus asa dalam belajar berpikir akibat pemikir yang paling saya kagumi (di samping ayah saya) Sir Bertrand Russel secara makin bingungologis malah konon pernah lantang sesumbar “The point of philosophy is to start with something so simple as to not seem worth starting, and to end with something so paradoxical that no one will believe it.”.

Artinya: Masalah utama filsafat adalah memulai sesuatu yang terkesan sangat sederhana sehingga seolah tidak berharga untuk dipikir namun kemudian berakhir pada sesuatu yang sedemikian paradoksikal sehingga tidak ada yang sudi memercayainya.

Maka mahfumlah jika orang Betawi nyeletuk Emang Gue Pikirin sementara Gus Dur bilang Gitu aja kok repot!

 

Pos terkait