“Emas Cair” RI Bisa Jadi Senjata Ampuh Lawan Trump, Warga AS Menderita

Foto: Pixabay

Kumbanews.com – Dari sabun mandi di Walmart, margarin di Whole Foods, hingga mentega shortening dalam donat, produk turunan sawit asal Indonesia telah menjadi bagian dari dapur dan industri Amerika Serikat.

Bacaan Lainnya

Bukan hanya satu atau dua, ada ragam jenis produk sawit RI yang secara rutin mengisi rantai pasok Amerika Serikat (AS), mencerminkan kedalaman struktur ekspor RI sekaligus ketergantungan pasar global terhadap kelapa sawit. Besarnya peran sawit Indonesia di AS bisa menjadi bumerang bagi Amerika dalam perang dagang. Tanpa sawit Indonesia, Amerika bisa menderita.

Harga yang murah serta kemampuan untuk diolah menjadi beragam produk membuat minyak sawit kerap disebut sebagai “emas cair”.

Dari buah tandan hingga cangkang, minyak sawit mentah (CPO) bisa diolah menjadi bahan kosmetik, deterjen, bahan bakar minyak, mentega, biskuit, bahan dasar lotion, shampoo, lipstik, minyak goreng, margarine, bahan campuran cokelat, dan es krim.

1. Minyak Kelapa Sawit Olahan (HS 15119020)

Yang paling dominan tentu minyak kelapa sawit olahan (HS 15119020), produk serbaguna yang digunakan mulai dari gorengan restoran cepat saji hingga bahan baku sabun dan lotion. Volume ekspor produk ini ke AS melonjak dari 512 juta kg pada 2020 menjadi 813 juta kg di 2023, meski nilainya sempat terkoreksi pada 2024 akibat normalisasi harga global.

2. Fraksi cair minyak kelapa sawit, minyak olahan, tetapi tidak dimodifikasi secara kimia, dengan nilai iodium 55 atau lebih, tetapi kurang dari 60 (HS 15119037)

Produk fraksi cair (HS 15119037) dan fraksi padat (HS 15119031) dari minyak sawit juga mencatatkan ekspansi pesat. Fraksi cair, yang biasanya digunakan untuk cokelat, margarin lembut, dan produk olahan susu, menembus 529 juta kg pada 2023, naik empat kali lipat dibanding 2020. Fraksi padat digunakan dalam biskuit dan krimer juga konsisten berada di atas 400 juta kg pada puncaknya.

3. Fraksi padat minyak kelapa sawit, minyak olahan, tetapi tidak dimodifikasi secara kimia, dengan nilai iodium 30 atau lebih, tetapi kurang dari 40 (HS 15119031)

4. Minyak inti sawit, dimurnikan, diputihkan dan dihilangkan baunya (rbd) (HS 15132995)

Tak kalah penting, minyak inti sawit (RBD palm kernel oil) (HS 15132995) terus dibutuhkan industri kimia dan perawatan pribadi AS. Meski volumenya stabil di kisaran 130-150 juta kg, nilai ekspor naik tajam jadi US$155 juta pada 2024, menandakan permintaan untuk kualitas olahan yang lebih tinggi.

5. Mentega/ Shortening (HS 15179043)

6. Kelapa (kopra) dan fraksi-fraksinya, selain minyak mentah dan fraksi-fraksi minyak mentah, baik yang dimurnikan maupun tidak, tetapi tidak dimodifikasi secara kimia (HS 15131990)

7. Lemak dan minyak nabati serta fraksinya dari inti sawit, mentah, diesterifikasi ulang (HS 15162023)

8. Olein inti sawit, dimurnikan, diputihkan dan dihilangkan baunya (rbd) (HS 15132994)

9. Lemak dan minyak nabati dan fraksi-fraksinya dari kacang tanah, kelapa sawit atau kelapa, yang dielaidinisasi (HS 15162098)

10. Margarin, kecuali margarin cair, selain dalam wadah kedap udara untuk penjualan eceran (HS 15171090)

Sementara itu, produk seperti shortening, margarin padat, dan olein inti sawit juga mengisi ceruk spesifik pasar. Produk ini menjadi andalan dalam industri roti, biskuit, serta makanan beku. Beberapa bahkan mengalami rebound kuat, seperti shortening yang volumenya menyentuh 63 juta kg pada 2024.

Meski tidak semua produk mencatat kenaikan, data menunjukkan bahwa diversifikasi produk sawit RI di pasar AS makin kuat dan menyentuh segmen hilir indikasi bahwa ekspor kita bukan cuma soal volume, tapi juga spesialisasi dan nilai tambah.

Di tengah tekanan global terhadap sawit dan narasi keberlanjutan yang kian ketat, Indonesia justru menancapkan eksistensi dalam bentuk diversifikasi produk dan penetrasi pasar yang presisi. Amerika Serikat tak hanya membeli minyak sawit mentah, tapi menerima beragam produk turunan dari fraksi cair untuk kue kering, hingga lemak dielaidinisasi untuk kosmetik.

 

 

 

 

 

Sumber: CNBC Indonesia

Pos terkait