Kumbanews.com – Ia adalah tokoh Muslim kelahiran Yaman, 15 Maret 1892. Ia adalah salah satu habib yang mencintai Indonesia. Masyarakat di Sulawesi Tengah menyebutnya dengan ‘Guru Tua’ dan menghormatinya sebagai tokoh pejuang yang banyak berkontribusi dalam dunia pendidikan, khususnya dalam bidang pendidikan agama Islam.
Ia tumbuh dalam lingkungan intelektual. Ayahnya, Habib Salim, seorang ilmuwan dan tokoh yang memiliki banyak karangan dan tulisan dari berbagai bidang ilmu, ia memegang jabatan Qadhi dan mufti di negerinya.
Kakeknya, Habib Alwi, adalah pemimpin dan ilmuwan yang masyhur, termasuk lima ahli fiqh Hadramaut yang fatwa mereka termuat dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin karangan Sayyed Abdurrahman AlMasyhur.
Sementara kakeknya yang berikutnya, Al-Habib Saqqaf, adalah ulama yang terkenal dari dua faqih dan memegang jabatan Qadhi di Hadramaut.
Ibunya, Syarifah Nur Aljufri (Andi Syarifah Nur), mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Aru Matoa atau Raja yang dituakan di Sengkang, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan.
Jika dirunut, Habib Idrus merupakan keturunan Rasulullah dengan silsilah sebagai berikut:
As-Sayyed Idrus bin Salim bin Alwi bin Saqqaf bin Muhammad bin Idrus bin Salim bin Husain bin Abdillah bin Syaikhan bin Alwi bin Abdullah At-Tarisi bin Alwi Al-Khawasah bin Abubakar Aljufri Al-Husain Al-Hadhramiy yang mempunyai jalur keturunan dari Sayyidina Husain bin Fatimah Az-Zahra Puteri Rasulullah SAW, seperti dikutip dari laman alkhairaat.sch.
Pada usia 12 Tahun Habib Idrus telah berhasil menghafal Al-Qur’an 30 Juz. Habib Idrus yang menghabiskan masa kecil dan remajanya di Yaman, mulai belajar memimpin lebaga pendidikan milik keluarganya.
Habib Idrus memutuskan tinggal di Indonesia ketika Hadramaut bergolak dalam penjajahan lnggris. Menginjak tahun 1926, beliau pindah ke kota Jombang. Berikutnya Habib Idrus melakukan perjalanan ke wilayah Timur Indonesia yang kemudian membawanya tinggal dan mendirikan lembaga pendidikan di Palu, di tempat kakaknya, Sayyid Alwi bin Salim Aljufri.
Salah satu wujud cintanya pada ilmu adalah didirikannya lembaga pendidikan Islam Alkhairaat sebagai sumbangsih nyata Habib Idrus kepada agama islam. Alkhairaat dirikan di Palu, Sulawesi Tengah, kala usia Sayyid Idrus bin Salim Al-Jufri menginjak 41 tahun.
Habib Idrus dianggap sebagai inspirator terbentuknya sekolah di berbagai jenis dan tingkatan di Sulawesi Tengah yang dinaungi organisasi Alkhairaat, dan terus berkembang di kawasan timur Indonesia.
Mencintai dunia pendidikan adalah sama besar sebagaimana ia mencintai Indonesia. Walau dilahirkan di negeri nun jauh, Habib Idrus mengabdikan diri sepenuhnya untuk Indonesia, khususnya di Sulawesi Tengah.
Habib Idrus juga memiliki peran dalam pemilihan warna bendera merah putih. Disebutkan dalam sejarahnya, bahwa usulan itu berdasarkan pesan dari Rasulullah dalam mimpinya.
Pada Muktamar NU 1937 atas pesan Habib Idrus Salim Al Jufri, Mbah Hasyim Asyari mengusulkan bahwa bendera Indonesia adalah Merah Putih dan Soekarno adalah pemimpinnya.
Habib Idrus juga membuat Syair Kemerdekaan Republik Indonesia saat menyongsong momen Proklamasi 17 Agustus 1945. Bunyi syair yang indah itu diabadikan:
ﺭﺍﻳ�” ﺍﻟﻌﺰ ﺭ�”ﺮ�”ﻲ �”ﻲ ﺳﻤﺂﺀ * ﺃﺭﺿﻬﺎ ﻭﺟ�’ﺎﻟﻬﺎ ﺧﻀﺮﺁﺀ
Bendera kemuliaan berkibar di angkasa | hijau daratan dan gunung-gunungnya
ﺇﻥ ﻳﻮﻡ ﻃﻠﻮﻋﻬﺎ ﻳﻮﻡ �”ﺨﺮ * ﻋﻈﻤﺘﻪ ﺍﻷ�’ﺂﺀ ﻭﺍﻷ�’ﻨﺂﺀ
Sungguh hari kebangkitannya ialah hari kebanggaan | orang-orang tua dan anak-anak memuliakannya
ﻛﻞ ﻋﺎﻡ ﻳﻜﻮﻥ ﻟﻠﻴﻮﻡ ﺫﻛﺮﻯ * ﻳﻈﻬﺮ ﺍﻟﺸﻜﺮ �”ﻴﻬﺎ ﻭﺍﻟﺜﻨﺂﺀ
Tiap tahun hari itu menjadi peringatan | muncul rasa syukur dan pujian-pujian padanya
ﻛﻞ ﺃﻣ�” ﻟﻬﺎ ﺭﻣﺰ ﻋﺰ * ﻭﺭﻣﺰ ﻋﺰﻧﺎ ﺍﻟﺤﻤﺮﺍﺀ ﻭﺍﻟ�’ﻴﻀﺂﺀ
Tiap bangsa memiliki simbol kemuliaan | dan simbol kemuliaan kami adalah merah dan putih
ﻳﺎ ﺳﻮﻛﺎﺭﻧﻮ ﺣﻴﻴﺖ �”ﻴﻨﺎ ﺳﻌﻴﺪﺍ * �’ﺎﻟﺪﻭﺍﺀ ﻣﻨﻚ ﺯﺍﻝ ﻋﻨﺎ ﺍﻟﺪﺁﺀ
Wahai Sukarno! Telah kau jadikan hidup kami bahagia | dengan obat darimu hilang sudah penyakit kami
ﺃﻳﻬﺎ ﺍﻟﺮﺋﻴﺲ ﺍﻟﻤ�’ﺎﺭﻙ �”ﻴﻨﺎ * ﻋﻨﺪﻙ ﺍﻟﻴﻮﻡ ﻟﻠﻮﺭﻯ ﺍﻟﻜﻤﻴﺂﺀ
Wahai Presiden yang penuh berkah bagi kami | engkau hari ini laksana kimia bagi masyarakat
�’ﺎﻟﻴﺮﺍﻉ ﻭ�’ﺎﻟﺴﻴﺎﺳ�” �”ﻘﺘﻢ * ﻭﻧﺼﺮﺗﻢ �’ﺬﺍ ﺟﺎﺋﺖ ﺍﻷﻧ�’ﺂﺀ
Dengan perantara pena dan politikmu kau unggul | telah datang berita engkau menang dengannya
ﻻ ﺗ�’ﺎﻟﻮﺍ �’ﺄﻧ�”ﺲ ﻭ�’ﻨﻴﻦ * �”ﻲ ﺳ�’ﻴﻞ ﺍﻷﻭﻃﺎﻥ ﻧﻌﻢ ﺍﻟ�”ﺪﺁﺀ
Jangan hiraukan jiwa dan anak-anak | demi tanah air alangkah indahnya tebusan itu
ﺧﺬ ﺇﻟﻰ ﺍﻷﻣﺎﻡ ﻟﻠﻤﻌﺎﻟﻲ �’ﺄﻳﺪﻱ * ﺳ�’ﻌﻴﻦ ﻣﻠﻴﻮﻧﺎ ﺃﻧﺖ ﻭﺍﻟﺰﻋﻤﺂﺀ
Gandengkan menuju ke depan untuk kemuliaan dengan tangan-tangan | tujuh puluh juta jiwa bersamamu dan para pemimpin
�”ﺴﺘﻠﻘﻰ ﻣﻦ ﺍﻟﺮﻋﺎﻳﺎ ﻗ�’ﻮﻻ * ﻭﺳﻤﺎﻋﺎ ﻟﻤﺎ ﺗﻘﻮﻟﻪ ﺍﻟﺮﺅﺳﺂﺀ
Pasti engkau jumpai dari rakyat kepercayaan | dan kepatuhan pada apa yang diucapkan para pemimpin
ﻭﺍﻋﻤﺮﻭﺍ ﻟﻠ�’ﻼﺩ ﺣﺴﺎ ﻭﻣﻌﻨﻰ * ﻭ�’ﺮﻫﻨﻮﺍ ﻟﻠﻤﻼ ﺃﻧﻜﻢ ﺃﻛ�”ﺂﺀ
Makmurkan untuk Negara pembangunan materil dan spiritual | buktikan kepada masyarakat bahwa engkau mampu
ﺃﻳﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﻠﻜﻜﻢ ﻭﻛ�”ﺎﻛﻢ * ﻛﻞ ﺷﺮ ﺗﺤﻮﻛﻪ ﺍﻷﻋﺪﺁﺀ
Semoga Allah membantu kekuasaanmu dan mencegahmu | dari kejahatan yang direncanakan musuh-musuh.
Habib Idrus meninggal dunia di Palu, Sulawesi Tengah, 22 Desember 1969 pada umur 77 tahun.
Habib Idrus memang tidak meninggalkan karangan kitab, namun karya besarnya adalah AI-Khairaat dan murid-muridnya yang telah memberikan pengajaran serta pencerahan agama kepada umat.
Para murid-murid AI-Khairaat menyebar di seluruh kawasan Indonesia untuk meneruskan perjuangan sang pendidik.
Tahun 1968, Habib Idrus mengalami sakit parah, dan selama delapan bulan beliau meminum jus kurma. Beliau tetap mengajar dan menjalankan majelis.
Guru, Ulama dan Sastrawan itu wafat pada Senin 12 Syawwal 1389 H atau 22 Desember 1969. Sebelum meninggal ia mewasiatkan tentang siapa saja yang memandikan jenazah, imam shalat jenazah, tempat pelaksanaan shalat jenazah, siapa yang menerima jenazah di liang lahat, muadzin di liang lahat, sampai yang membaca talqin di kubur. (*)