Kumbanews.com – Penembakan Selandia Baru terjadi di masjid di Kota Christchurch, pada Jumat, 15 Maret 2019. Serangan menyasar sebuah masjid bernama Al Noor Mosque dekat Hagley Park.
Insiden itu adalah pertama kalinya dalam sejarah Selandia Baru. Otoritas lokal menyebutnya sebagai “tindakan kekerasan yang belum pernah terjadi sebelumnya”. Ke polisian setempat juga mengecam tindakan di Christchurch, mengatakan bahwa tidak akan ada tempat untuk kekerasan semacam itu.
Dari laporan dan penyelidikan polisi, telah diidentifikasi pelaku penembakan tersebut. Sejumlah bukti telah dikumpulkan. Lalu, apa motif dari kejahatan tersebut.
Seperti dikutip dari laman News.com., Jumat (15/3), berikut tiga alasan teroris melakukan penembakan Selandia Baru.
1. Kurangi Imigrasi
Salah satu pelaku penembakan di Masjid Al Noor di Christchurch mengaku bernama Brenton Tarrant dari Australia. Sebelum melakukan aksi kejamnya, dia mem-posting manifesto atau pernyataan sikap yang menguak alasannya melancarkan serangan.
Dalam manifesto setebal 73 halaman yang di-posting online, pria itu mendeskripsikan diri sebagai, “pria kulit putih biasa.”
Pria berusia 28 tahun itu juga mengaku lahir di keluarga kelas pekerja, dengan penghasilan rendah. “…yang memutuskan ambil sikap demi kepastian masa depan orang-orangku,” demikian dikutip dari situs News.com.au, Jumat, 15 maret 2019.
Pria yang dilaporkan berasal dari Grafton itu mengaku punya tujuan melakukan serangan. “…untuk mengurangi tingkat imigrasi ke tanah-tanah Eropa secara langsung.”
Aparat antiterorisme di New South Wales, Australia, segera melakukan investigasi setelah menerima laporan bahwa pelaku berasal dari wilayahnya.
2. Supremasi Kulit Putih
Petunjuk lain soal pelaku diketahui dari foto header di akun Twitter milik Brenton Tarrant yang menunjukkan seorang korban serangan teror Bastille Day di Nice, Prancis, pada 2016 lalu.
Foto yang diambil fotografer Reuters Eric Gaillard melambangkan serangan teror yang menewaskan 84 orang, kala sebuah truk menabrak kerumunan orang.
Perdana Menteri Australia, Scott Morrison, mengonfirmasi bahwa salah satu pelaku yang ditahan aparat Selandia Baru adalah warga negaranya.
“Dia adalah seorang ekstremis, pendukung sayap kanan, seorang teoris kejam,” kata PM Australia.
Dalam manifestonya, pelaku penembakan mengaku serangan tersebut bertujuan, “untuk menunjukkan ke para penyusup bahwa tanah kita tidak akan pernah menjadi tanah mereka, tanah air kita adalah milik kita sendiri dan–selama orang kulit putih masih hidup–mereka tidak akan pernah menaklukkan tanah kita…”
Dia membahasakan para imigran sebagai penyusup (intruders).
Tarrant mengaku merencanakan serangan selama lebih dari dua tahun. Namun, baru tiga bulan lalu ia memutuskan Christchurch sebagai target.
Mengklaim sebagai perwakilan dari “jutaan orang Eropa dan warga etno-nasionalis lainnya”, Tarrant mengatakan, “kita harus memastikan eksistensi orang-orang kita, masa depan anak-anak kulit putih.”
Pria kejam itu mendeskripsikan bahwa serangan yang ia lakukan adalah tindakan balas dendam pada ‘penyusup’, “..atas ratusan ribu kematian yang disebabkan oleh penyusup asing di tanah Eropa sepanjang sejarah … untuk perbudakan atas jutaan orang Eropa yang tanah mereka diambil oleh budak Islam …untuk ribuan nyawa orang Eropa yang hilang karena serangan teror di seluruh tanah Eropa.”
3. Balas Dendam
Dia juga mengatakan, serangan itu adalah balas dendam atas kematian Ebba Akerlund, bocah berusia 11 tahun yang terbunuh dalam serangan teror 2017 di Stockholm.
Tarrant menggambarkan serangan Stockholm sebagai “peristiwa pertama” yang menginspirasinya untuk melakukan serangan, terutama kematian gadis berusia 11 tahun itu.
Tarrant mengatakan dia tidak merasa menyesal atas serangan itu. “Saya hanya berharap saya bisa membunuh lebih banyak penyusup, juga lebih banyak pengkhianat.”
Dia juga mengatakan dia akan mengaku tidak bersalah jika dia selamat dan diseret ke pengadilan.
Dalam postingan di forum 8chan pengguna yang mengidentifikasi dirinya sebagai Tarrant sempat mengumumkan dia akan melakukan serangan itu. (*)