Kumbanews.com – Ruslan Buton, yang membuat heboh dengan surat terbuka mendesak agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) mundur, kini ditahan Bareskrim Polri. Ia punya jejak hitam lantaran pernah terlibat dalam kasus pembunuhan seorang petani di Ternate pada tahun 2017 sehingga dipecat dari TNI.
Ruslan ditangkap di di kediamannya di Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara (Sultra), pada Kamis (28/5) pagi waktu setempat oleh tim yang dipimpin oleh Dirkrimum Polda Sultra Kombes Aris Alfatar dan Tim Densus 88 Mabes Polri. Dua orang pamen POM Mabes TNI AD Letkol Rus’an dan Letkol Denny juga mendampingi penangkapan Ruslan ini.
Kepada polisi, Ruslan mengakui rekaman surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Jokowi merupakan suaranya. Ruslan juga mengaku mendistribusikan rekaman yang dibuat pada 18 Mei itu ke media sosial. Ia dijerat pasal berlapis. Selain pasal tentang keonaran, dia dijerat UU ITE.
“Dia sudah dipecat secara tidak hormat oleh satuan Angkatan Darat (AD),” ungkap Kadispenad TNI AD Kolonel Inf Nefra Firdaus dilansir detikcom, Sabtu (30/5/2020).
Kasus yang menjerat Ruslan terkait penganiayaan hingga menyebabkan kematian terhadap seorang petani bernama La Gode di Taliabu, Ternate, Maluku Utara, pada 2017. La Gode ditangkap dan dibawa ke kantor Pos Satuan Tugas Operasi Pengamanan Daerah Rawan (Satgas Opspamrahwan) Batalion Infanteri Raider Khusus 732/Banau (BKO) karena mencuri singkong parut milik warga.
“Ruslan Buton dipecat dari TNI karena kasus pembunuhan La Gode medio Oktober 2017. Mantan perwira pertama di Yonif RK 732/Banau terakhir berpangkat kapten infanteri,” jelas Nefra.
Tewasnya La Gode berawal saat dirinya ketahuan mencuri singkong warga, kemudian ditangkap polisi. La Gode lalu diserahkan ke Pos Satgas Opspamrahwan di Pulau Talibu karena polisi setempat tidak memiliki ruang tahanan. La Gode kemudian tewas setelah menjadi korban penganiayaan.
Saat itu Ruslan menjadi komandan kompi sekaligus komandan Pos Satgas SSK III Yonif RK 732/Banau. Nefra menyebut belasan oknum personel TNI yang bertugas di Pos Satgas SSK III Yonif RK 732/Banau juga didakwa melakukan penganiayaan itu.
“Ruslan terlibat dalam kasus pembunuhan La Gode,” sebut Nefra.
Menurut Nefra, Oditur Militer Ambon mendakwa Ruslan dan anak buahnya melanggar Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP primer Pasal 170 ayat (1) tentang menggunakan tenaga secara bersama-sama untuk melakukan kekerasan terhadap seseorang dan (3) juncto Pasal 156 atau Pasal 170 ayat (1) dan (2) juncto Pasal 56 KUHP. Ruslan pun dipecat dari TNI usai vonis dibacakan pada 2018 lalu.
Kasus kematian La Gode sempat menjadi perhatian pada Desember 2017. Istri La Gode, YN, melaporkan kematian suaminya yang janggal kepada pihak kepolisian. La Gode diketahui meninggal pada 24 Oktober 2017. Polisi dan Denpom XVI/1 Ternate turun menangani kasus ini.
Oleh pihak kepolisian, Ruslan kini sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan untuk 20 hari ke depan. Sebelum ditahan, Ruslan menjalani pemeriksaan virus Corona (COVID-19). Pemeriksaan dilakukan dokter klinik di Polres Buton pada Kamis (28/5), sebelum Ruslan diterbangkan ke Bareskrim Polri, Jakarta. Hasilnya negatif dengan pemeriksaan rapid test.
Penyidik mengeluarkan surat perintah penahanan bernomor: SP.Han/40/V/2020/Dittipidsiber tanggal 29 Mei 2020 yang ditandatangani Direktur Tipidsiber Bareskrim Polri Brigjen Slamet Uliandi. Ruslan menolak menandatangani surat perintah penahanan.
“(Ruslan menolak menandatangani surat penahanan dan menjawab) ‘tidak, karena yang saya perbuat tidak sebagaimana dimaksud pasal pidana tersebut’,” kata kuasa hukum Ruslan, Tonin Tacha Singarimbun, Sabtu (30/5).
Tim pengacara mengambil sejumlah upaya hukum terkait penahanan Ruslan Buton. Tonin menyatakan, pihaknya telah mengajukan dua surat kepada Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri. Salah satunya permohonan penangguhan penahanan.
Selain itu, tim pengacara mengajukan permohonan untuk menghadirkan saksi ahli dalam penyidikan kasus yang menyangkut Ruslan Buton ini. Toni mengatakan, timnya meminta penyidik menghentikan penyidikan terhadap Ruslan.
“Untuk penghentian perkara pidana (SPK) berdasarkan laporan polisi nomor LP/B/0271/V/2020/BARESKRIM, tanggal 29 Mei 2020,” terang dia.
Tonin menilai penyidik tergesa-gesa menahan kliennya. Menurutnya, ucapan kliennya itu belum bisa dibuktikan sebagai sebuah pidana.
“Penyidik terlalu terburu-buru melakukan penahanan, sementara mengenai materiil yang disangkakan tersebut belum tentu pidana. Jika dihadirkan ahli, karena jelas dalam isi surat terbuka menyebutkan rangkaian kata seni “harimau, singa, serigala lapor” dan beberapa kata lainnya yang tentu saja akan memerlukan ahli bahasa menafsirkan keahliannya,” ucap Tonin.(dt)