Jeritan Bowo Sidik

  • Whatsapp

LAMA tak terdengar, kasus Bowo Sidik Pangarso kembali mengundang perhatian. Politisi yang ditangkap KPK dengan barang bukti uang Rp 8 miliar dalam bentuk 400 ribu amplop untuk serangan fajar di Pemilu 2019, kini tengah duduk di kursi pesakitan Pengadilan Tipikor.

Dari kursi pesakitan itulah, Bowo Sidik mendesak kepada jaksa KPK agar menghadirkan dan memeriksa Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita di persidangannya, Rabu (2/10)

Bacaan Lainnya

Tuntutan tersebut wajar pasalnya saat diperiksa KPK, Bowo Sidik sudah mengaku bahwa dari Rp 8 miliar uang yang disita KPK, Rp 2 miliar di antaranya didapatkan dari Enggar.

Sayangnya pengakuan tersebut tidak ditindaklanjuti oleh KPK secara sungguh-sungguh. Betul, KPK telah menggeledah rumah dan kantor Enggar. Betul, KPK telah memanggil Enggar sebanyak tiga kali. Namun sayang saat panggilannya tidak digubris, KPK tidak melakukan panggilan paksa.

Bahkan saat kasus Bowo Sidik dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor, KPK juga belum berhasil memeriksa Enggar. Ironisnya, para pejabat Kemendag juga ikut-ikutan tidak menggubris panggilan KPK.

Kasus telah bergulir di Pengadilan tanpa secuil keterangan dari pihak yang diduga sebagai “penyuap”. Wajar jika terdakwa merasa resah karena ketiadaan keterangan tersebut bisa merugikan dirinya.

Jika pengadilan dipaksakan tanpa keterangan dari Enggartiasto Lukita, maka akan menjadi pengadilan tidak utuh. Akhirnya pun keputusan yang diketok akan berkurang bobot keadilannya.

Oleh karena itu, untuk menjamin keadilan bagi terdakwa Bowo Sidik Pangarso, jaksa KPK harus memenuhi permintaan terdakwa. Enggar harus dihadirkan dan diperiksa di pengadilan, bila perlu secara paksa.

Ingat asas hukum “equality before the law”. Tidak boleh ada yang kebal hukum. Siapa pun orang, apa pun jabatannya, harus tunduk pada hukum.

Dalam persidangan ini, Bowo Sidik Pangarso didakwa menerima suap dan gratifikasi. Suap Rp 2,6 miliar diduga diterima dari PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) terkait pekerjaan pengangkutan atau sewa kapal dengan PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog).

Sedangkan gratifikasi Rp 7,7 miliar diduga diterima dari berbagai sumber. Bowo Sidik mengaku Rp 2 miliar di antaranya diterima dari Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita untuk memuluskan Permendag soal gula rafinasi.

Pengakuan dan permintaan terdakwa sudah dikemukakan. Kewajiban KPK adalah membuka kasus ini menjadi terang-benderang. Bila KPK bisa galak ke pihak lain, kenapa terlihat lemah di hadapan Enggar.

KPK harus berterus-terang soal kendala dalam menghadapi Enggar. Ini momentum yang tepat. Saat ini dukungan publik terus menguat terkait revisi UU KPK. Bila KPK mau jujur publik siap mendukung KPK. Jangan sampai KPK terlihat lemah dalam pemberantasan korupsi.

Tidak adil membiarkan Bowo Sidik “menangis” sendirian, sementara Enggartiasto masih leluasa menghirup kebebasan. Penyuap dan yang disuap idealnya sama-sama meringkuk di penjara.

Oleh Syaroni

Penulis adalah Ketua Presidium Perhimpunan Masyarakat Madani (Prima). (Rmol)

Pos terkait