Kumbanews.com – Menristekdikti M Nasir kembalil melontarkan wacana Rektor impor dari luar negeri. Hal ini menuai kontroversi. Bagaimana dengan sikap kampus di Indonesia?
Pengelolaan masing-masing kampus di Indonesia dijalankan berdasarkan statuta. Statuta masing-masing kampus kemudian didaftarkan ke pemerintah dan dijadikan Peraturan Pemerintah. Berikut statuta beberapa kampus di Indonesia terkait soal rektor sebagaimana dirangkum detikcom, Jumat (2/8/2019).
1. Universitas Indonesia
Kampus UI memiliki statuta yang disahkan menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta Universitas Indonesia. Dalam Pasal 33 disebutkan dengan tegas soal syarat utama menjadi rektor, yaitu:
a. Berkewarganegaraan Indonesia
b. Sehat jasmani dan rohani
c. berpendidikan dan bergelar doktor
d. memiliki integritas, komitmen dan kepemimpinan yang tinggi
e. memiliki kreativitas untuk pengembangan potensi UI;
f. berwawasan luas mengenai pendidikan tinggi;
g. belum berusia 60 (enam puluh) tahun pada saat dilantik menjadi Rektor sesuai dengan jadwal yang
telah ditetapkan;
h. bebas dari kepentingan politik, ekonomi, maupun kepentingan pihak di
luar UI lainnya yang bertentangan dengan kepentingan UI; dan
i. tidak pernah ditetapkan menjadi terdakwa atas dugaan melakukan tindak pidana yang diancam pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.
2. Universitas Diponegoro
Kampus Undip memiliki statuta yang disahkan menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2015 tentang Statuta Universitas Diponegoro. Dalam aturan itu ditegaskan syarat menjadi Rektor, yaitu:
Pasal 41
(1) Persyaratan untuk menjadi Rektor sebagai berikut:
a. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. warga negara Indonesia;
c. sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter instansi resmi;
d. Dosen Undip yang berstatus pegawai negeri sipil;
e. berpendidikan doktor dan jabatan akademik profesor;
f. memiliki integritas, komitmen, dan kepemimpinan yang tinggi;
g. memiliki kreativitas untuk pengembangan potensi Undip;
h. berwawasan luas mengenai pendidikan tinggi;
i. berusia paling tinggi 60 (enam puluh) tahun pada saat berakhirnya masa jabatan Rektor yang sedang menjabat;
j. tidak sedang menjalani tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan dalam rangka studi lanjut yang meninggalkan tugas tridharma perguruan tinggi yang dinyatakan secara tertulis;
dst.
3. Universitas Padjadjaran
Kampus di Bandung ini juga tegas melarang WNA jadi rektor. Hal itu terlihat dalam PP Nomor 51 Tahun 2015 tentang Statuta Universitas Padjajaran. Dalam Pasal 27 ditegaskan:
Pasal 27
Persyaratan untuk menjadi Rektor sebagai berikut:
a. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. memiliki kewarganegaraan Indonesia;
dst.
4. UGM
Kampus UGM juga tidak memperbolehkan WNA jadi Rektor. Hal itu sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 2013 tentang Statuta Universitas Gadjah Mada. Bahkan UGM menyaratkan Rektor UGM adalah dosen UGM juga. Berikut pasalnya:
Pasal 34
(1) Rektor harus memenuhi persyaratan utama sebagai berikut:
a. berkewarganegaraan Indonesia;
b. berstatus sebagai dosen Pegawai Negeri Sipil atau Pegawai UGM;
c. mempunyai komitmen terhadap pelestarian d an pengembangan nilai-nilai dan jati diri UGM;
d. mempunyai kemampuan menjaga keutuhan dan keberlanjutan UGM;
dst.
5. Unair
Kampus Universitas Airlangga menegaskan bila Rektor Unair haruslah PNS dan dosen tetap di Unair. Hal itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2014 tentang Statuta Universitas Airlangga. Hal itu disebutkan tegas, yaitu:
Pasal 30
Calon Rektor dan calon wakil Rektor harus memenuhi persyaratan:
a. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. berstatus sebagai Dosen tetap pegawai negeri sipil;
c. belum berusia 60 (enam puluh) tahun pada saat dilantik sesuai jadwal pelantikan yang telah ditetapkan;
dst.
Nah, bagaimana dengan kampus Anda? [dtk]