Insinyur Microsoft protes di tengah pidato CEO Mustafa Suleyman/Tangkapan layar
Kumbanews.com – Peristiwa mengejutkan terjadi saat CEO Microsoft AI, Mustafa Suleyman, memberikan pidato dalam acara ulang tahun ke-50 Microsoft di Redmond, Washington, pada Jumat, 4 April 2025.. waktu setempat.
Dalam video yang beredar luas, seorang insinyur perangkat lunak bernama Ibtihal Aboussad, yang bekerja di divisi kecerdasan buatan (AI) Microsoft, terlihat tiba-tiba menyampaikan protes secara langsung terkait perang di Palestina.
“Hentikan dukungan untuk militer Israel yang menggunakan produk AI Microsoft!” teriaknya, seperti dikutip dari CNBC.
“Mustafa, kamu memalukan. Kamu bilang AI harus digunakan untuk kebaikan, tapi Microsoft justru menjual teknologi senjata AI ke militer Israel. Sudah 50 ribu orang meninggal, dan Microsoft turut mendukung genosida di wilayah kami!,” lanjutnya menyasar Suleyman.
Suleyman tampak tenang dan membiarkan aksi protes tersebut berlangsung.
Aboussad melanjutkan dengan nada geram, “Malu kamu. Kamu cari untung dari perang. Hentikan penggunaan AI untuk genosida, Mustafa. Tanganmu berlumuran darah. Seluruh Microsoft bertanggung jawab.”
Tak lama kemudian, Aboussad dikawal keluar dari lokasi. Ia diketahui bekerja di tim pengenalan suara di divisi AI Microsoft.
Setelah insiden tersebut, Aboussad mengirim email ke Suleyman dan sejumlah petinggi Microsoft, termasuk CEO Satya Nadella, CFO Amy Hood, COO Carolina Dybeck Happe, dan Presiden Brad Smith.
“Aku bicara hari ini karena setelah tahu bahwa timku ikut berkontribusi dalam genosida terhadap rakyatku di Palestina, aku merasa tidak punya pilihan moral lain,” tulis Aboussad dalam email yang dikutip CNBC.
Ia juga menyampaikan bahwa selama satu setengah tahun terakhir, komunitas Arab, Palestina, dan Muslim di Microsoft telah dibungkam, diintimidasi, dilecehkan, dan datanya disebarluaskan tanpa perlindungan dari perusahaan. Bahkan, dua karyawan pernah dipecat hanya karena mengadakan acara doa bersama.
Menanggapi insiden tersebut, juru bicara Microsoft menyatakan bahwa perusahaan berkomitmen terhadap standar etika tertinggi dalam berbisnis.
“Kami menyediakan berbagai cara untuk menyampaikan aspirasi. Namun, kami mengharapkan agar itu dilakukan tanpa mengganggu kegiatan perusahaan. Jika terjadi gangguan, kami akan meminta peserta untuk menyampaikan aspirasi di tempat lain,” ujarnya.
Perlu diketahui, dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah perusahaan AI besar mulai mencabut larangan kerja sama dengan militer dan justru menjalin kemitraan dengan lembaga pertahanan.
Pada November lalu, Anthropic dan Palantir mengumumkan kerja sama dengan Amazon Web Services untuk menyediakan model AI Claude bagi lembaga intelijen dan militer AS.
Palantir juga menandatangani kontrak baru senilai hingga 100 juta dolar AS untuk memperluas penggunaan program AI militernya, Maven, oleh tentara Amerika.
OpenAI dan Anduril juga menjalin kemitraan yang memungkinkan penggunaan teknologi AI canggih untuk misi keamanan nasional. Sementara itu, Scale AI membuat kontrak bernilai jutaan dolar dengan Departemen Pertahanan AS untuk pengembangan agen AI unggulan.
Sumber: RMOL