Feature khusus AJP 2025: Sebuah masjid di halaman Polsek Makassar menjadi simbol kepemimpinan yang lahir dari keteladanan dan nilai kemanusiaan.
Di halaman Polsek Makassar, sebuah masjid perlahan muncul. Tanpa spanduk besar, tanpa seremoni resmi hanya suara tukang, pasir yang diangkut, dan doa-doa kecil yang terucap. Bangunan ini bukan sekadar fisik; ia adalah lambang kepemimpinan yang lahir dari kesadaran bahwa kekuasaan harus ditempatkan dalam konteks kemanusiaan dan spiritualitas.
Ketika menjabat sebagai Kapolsek Makassar, Kompol H. Thamrin, S.E., M.H., mengambil keputusan yang jarang dilakukan pejabat kepolisian: membangun masjid di halaman kantornya. Keputusan itu lahir dari keyakinan sederhana namun tegas. Pelayanan publik yang tulus membutuhkan ketenangan batin, dan kewenangan yang adil harus bertumpu pada nilai-nilai spiritual.
“Kalau hati tenang, pelayanan akan lebih manusiawi,” ujarnya suatu sore, menegaskan bahwa kepemimpinan bukan hanya soal aturan, tetapi juga tentang kesadaran diri dan empati.
Selama bertahun-tahun, aktivitas ibadah di Polsek Makassar terbatas pada ruang sempit. Jamaah sering berdesakan, sementara fasilitas wudu seadanya. Kondisi itu bukan sekadar soal kekurangan sarana, tetapi menunjukkan bahwa kebutuhan spiritual personel dan masyarakat belum sepenuhnya mendapat perhatian.
Ruang Ibadah dan Ruang Temu
Masjid yang kini dibangun di halaman Polsek dirancang sebagai ruang ibadah terbuka, yang tidak hanya diperuntukkan bagi personel kepolisian, tetapi juga masyarakat sekitar. Ukurannya sederhana, tidak mewah, namun cukup meneduhkan. Lebih dari itu, masjid ini dimaksudkan sebagai ruang temu: tempat polisi dan warga berdiri sejajar sebagai hamba.
“Beliau tidak banyak bicara, tapi sikapnya menggerakkan orang,” kata seorang warga yang memilih tak disebutkan namanya.
Kepercayaan itu tumbuh dari relasi yang dirawat, bukan sekadar kewajiban. Thamrin dikenal menjaga silaturahmi dengan masyarakat, termasuk warga di wilayah sebelumnya. Dari relasi itulah kepedulian mengalir bukan sebagai kewajiban, melainkan panggilan.
Gotong Royong dan Kekuatan Komunitas
Pembangunan masjid tidak mengikuti skema proyek formal. Tidak ada surat keputusan besar, tidak ada sambutan resmi. Yang ada adalah gotong royong.
Sumbangan datang bertahap seperti pasir, semen, besi, hingga ongkos tukang. Sebagian warga hadir tanpa diminta, bergerak karena percaya pada inisiatif Kapolsek.
Saat melihat warga bekerja sama membangun musala, seorang anggota polisi mengaku terinspirasi.
“Kami merasa bagian dari sesuatu yang lebih besar daripada sekadar tugas rutin,” ujarnya.
Simbol Kepemimpinan yang Lahir dari Sujud
Masjid ini memuat pesan simbolik yang kuat. Di tengah upaya institusi kepolisian membangun kepercayaan publik, kehadiran rumah ibadah di halaman kantor polisi menawarkan narasi alternatif: otoritas yang ditopang keteladanan, bukan semata kewenangan.
Bagi warga, masjid kelak bukan hanya tempat salat. Ia menjadi ruang aman, tempat singgah, menenangkan diri, dan merasa diterima. Di dalam saf, semua berdiri sejajar. Polisi dan masyarakat bertemu sebagai manusia, bukan perwira dan warga.
Progres dan Harapan
Pembangunan masjid ditargetkan rampung dalam beberapa bulan ke depan. Setelah selesai, ia akan dibuka untuk umum dan dimakmurkan bersama oleh masyarakat dan personel kepolisian.
Meskipun saat ini Kompol H. Thamrin telah pindah tugas ke Polsek Tamalate, jejak kepeduliannya tetap terlihat melalui masjid yang ia dirikan di Polsek Makassar. Bangunan ini kini berdiri sebagai simbol bahwa kepemimpinan sejati tidak ditentukan oleh posisi jabatan, melainkan oleh tindakan nyata yang memberi manfaat bagi orang lain.
Thamrin menutup perbincangan dengan harapan sederhana, nyaris personal.
“Kalau suatu hari saya sudah tidak menjabat di sini, semoga masjid ini tetap berdiri dan hidup,” katanya.
Refleksi Redaksi
Di kota yang bergerak cepat, masjid di halaman Polsek Makassar itu menjadi penanda: menjaga keamanan tak pernah terpisah dari menjaga nurani. Kepemimpinan yang kokoh selalu dimulai dari sujud dari kesadaran bahwa setiap tindakan, sekecil apa pun, memiliki dampak bagi masyarakat.
Editor: M. Yusuf





