Kumbanews.com – Akibat adanya virus Corona, pemerintah mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk melakukan kegiatan ibadah Ramadhan di rumah masing-masing termasuk sholat tarawih.
Ternyata, Rasulullah SAW pernah pula melakukan hal yang sama. Sejarah pelaksanaan sholat tarawih yang dilakukan Rasulullah dapat ditemukan dalam beberapa hadis Bukhari, Muslim, Abu Dawud, An-Nasa’i, Malik dan Ahmad.
Dalam hadis tersebut kita dapat menemukan cerita tentang Siti Aisyah RA. Cerita itu mengisahkan peristiwa yang terjadi pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan.
Saat itu, Rasulullah tengah melakukan sholat tarawih bersama beberapa jamaah lainnya. Namun, beberapa sahabat tidak ikut. Lalu, di malam selanjutnya beberapa sahabat Rasulullah yang tidak datang tersebut justru hadir pada malam selanjutnya, sehingga malam itu lebih ramai dari hari sebelumnya.
Pada malam ketiga, masjid dipenuhi dengan jamaah yang menanti kehadiran Rasulullah. Karena hal tersebut terjadi, Rasulullah memilih untuk tetap berada di rumah.
Beberapa waktu kemudian, Rasulullah mengabarkan kepada seluruh umat bahwa beliau tahu kalau para sahabat ingin sholat tarawih bersamanya. Namun, hal itu justru membuat dirinya khawatir Allah akan menurunkan wahyu yang berisi perintah bahwa sholat sunah tersebut menjadi wajib.
Sikap Rasulullah yang memilih berdiam diri di rumah ini menunjukkan rahmat, kasih sayang, serta perhatian Rasulullah SAW kepada umatnya. Hal ini disampaikan dalam surat At-Taubah ayat 128.
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
Artinya:
“Sungguh, seorang rasul dari kaummu sendiri telah datang kepadamu, (seorang rasul yang) merasa keberatan atas kesulitanmu, yang sangat menginginkan (keimanan) bagimu, yang sangat berbelas kasih dan penyayang terhadap orang-orang beriman.” (Surat At-Taubah ayat 128).
Sebagian riwayat juga ada yang menyatakan bahwa para sahabat yang tidak sabar melempari rumah Rasulullah dengan menggunakan kerikil kecil. Rasulullah pun terpaksa keluar rumah untuk memberitahukan kekhawatirannya tersebut.
عَنْ عَائِشَةَ زوج النبي صلى الله عليه وسلم أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فِي الْمَسْجِدِ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَصَلَّى بِصَلَاتِهِ نَاسٌ ثُمَّ صَلَّى مِنْ الْقَابِلَةِ فَكَثُرَ النَّاسُ ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ فَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنْ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلَّا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ
Artinya:
“Dari Aisyah RA, istri Rasulullah SAW, Rasulullah SAW melakukan sholat (tarawih) di masjid pada suatu malam. Orang-orang bermakmum kepadanya. Malam berikutnya, Rasulullah SAW kembali shalat tarawih dan jamaahnya semakin banyak. Pada malam ketiga atau keempat, jamaah telah berkumpul, tetapi Rasulullah SAW tidak keluar rumah. Ketika pagi Rasulullah mengatakan, ‘Aku melihat apa yang kalian perbuat. Aku pun tidak ada uzur yang menghalangiku untuk keluar menemui kalian, tetapi aku khawatir ia (sholat tarawih) diwajibkan.” (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, An-Nasa’i, Malik dan Ahmad).
Ramadhan di Era Pemerintahan Sayyidina Abu Bakar
Dalam hadis tersebut, Aisyah bercerita bahwa pada malam itu para sahabat akhirnya sholat tarawih di masjid masing-masing. Sementara itu, Aisyah diminta Rasulullah mempersiapkan tikar yang akan mereka gunakan untuk sholat tarawih di rumah.
Esok paginya, Rasulullah berkata kepada sahabat,”Wahai sekalian manusia, demi Allah aku semalam alhamdulillah tidak lalai (tidur) dan tidak samar bagiku kedudukanmu (semalam).”
Berdasarkan hadis ini, ulama menyimpulkan bahwa sholat sunah boleh dilakukan secara berjamaah. Namun, sholat sunah lebih diutamakan dilakukan secara sendiri-sendiri kecuali sholat tarawih.
Selain itu, ada ulama juga yang menyimpulkan bahwa seseorang boleh mengikuti sholat tarawih berjamaah meskipun tidak meniatkan sholatnya sebagai imam atau makmum.
Sejak peristiwa itu terjadi, Ramadhan berlalu dengan sepi tanpa adanya aktivitas sholat tarawih berjamaah di masjid. Seluruh sahabat melaksanakan sholat tarawih mereka di rumah atau di masjid secara sendiri-sendiri.
Bahkan, sampai malam Ramadhan di era pemerintahan Sayyidina Abu Bakar RA, masjid juga masih sepi dari sholat tarawih berjamaah.
Para sahabat mematuhi semua tindakan yang dilakukan Rasulullah karena tindakan tersebut merupakan hujjah syar’iyyah yang menjadi panduan praktik keberagamaan umat Islam.
أفعال النبي صلى الله عليه وسلم من حيث الجملة حجة على العباد إذ هي دليل شرعي يدل على أحكام الله تعالى في أفعال المكلفين
Artinya:
“Tindakan/perbuatan Nabi Muhammad SAW secara umum merupakan hujjah syariyyah atas para hamba Allah karena ia adalah dalil syar’i yang menunjukkan hukum Allah SWT terkait perilaku para hamba-Nya yang mukallaf.” (Lihat Muhammad Sulaiman Al-Asyqar, Af’alur Rasul wa Dalalatuha alal Ahkamis Syar’iyyah, [Yordan, Darun Nafa’is: 2015 M/1436 H], juz I, halaman 185).
Lalu, di masa pemerintahan Amirul Mukminin Sayyidina Umar bin Khattab semuanya berubah. Ia mengumpulkan seluruh masyarakat untuk membuat malam Ramadhan lebih hidup dengan melakukan sholat tarawih berjamaah di masjid. Hal ini dilakukannya karena Rasulullah SAW telah wafat sehingga tidak lagi ada kekhawatiran turunnya wahyu yang mewajibkan sholat tarawih.(*)