Kumbanews.com -Pengamat Sepak Bola, Tommy Welly menilai sanksi yang diberikan oleh Komisi Disiplin (Komdis) Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) terlalu sederhana mengingat jumlah korban tragedi di Stadion Kanjuruhan yang sangat luar biasa.
“Dengan jumlah korban yang sangat masif apakah kita bisa sesederhana itu memutuskan seperti itu hukuman yang menurut saya terlalu sederhana,” ujar Tommy Welly dalam program dialog tvOne, dikutip Rabu (5/10/2022).
Pria yang akrab disapa Bung Towel itu menilai dari sepak bola, sudah dapat terlihat siapa yang bertanggung jawab dalam tragedi Kanjuruhan. “Kalau secara pengetahuan sepak bola kita sudah bisa lihat sebetulnya pihak-pihak yang salah tuh yang mana hanya perlu dideskripsikan,” katanya.
Hal itu menurut Towel karena dalam peraturan FIFA jelas adanya pelarangan terhadap senjata api dan gas air mata. “Apakah regulasi FIFA diturunkan kepada anggota-anggota yang terlibat di dalam pertandingan sepak bola?” tanya Towel.
“Aparat keamanan bukan football family, dia pasti tidak akrab dengan yang namanya regulasi FIFA, yang perlu mengingatkan siapa yang punya event itu,” katanya.
Dan dalam hal ini menurut Towel pihak yang seharusnya memberikan informasi tersebut adalah PSSI. “Football family dalam hal ini adalah PSSI, PT Liga harus menyampaikan itu kan,” lanjutnya.
“Maka pertanyaan kritisnya disampaikan tidak polisi atau aparat keamanan ini? kepolisian ini tahu apa tidak? apakah tidak tahu? apakah tidak diberitahu? apakah tahu tapi tetap terjadi,” ujar Towel.
Hal itulah yang menjadi pertanyaan besar menurut Towel dalam tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan tersebut.
Sanksi Komisi Disiplin (Komdis) PSSI ke Arema FC Komite Disiplin (Komdis) PSSI akhirnya memberikan dua sanksi kepada Arema FC terkait Kerusuhan Kanjuruhan. Sanksi yang diberikan setelah empat hari sejak kerusuhan itu berkaitan dengan larangan menjadi tuan rumah dan denda.
“Arema FC dilarang menyelenggarakan pertandingan dengan penonton di stadion jika bertindak sebagai tuan rumah sampai Liga 1 Indonesia 2022-2023 selesai,” ujar Ketua Komdis PSSI, Erwin Tobing, dikutip Rabu Selasa (04/10/2022).
Erwin melanjutkan, kandang Arema pada sisa pekan Liga 1 2022-2023 bukan lagi di Stadion Kanjuruhan, Malang. Laga tersebut wajib pindah ke tempat yang jaraknya minimal 250 kilometer dari markas semula.
Kemudian, sanksi kedua, klub berjuluk Singo Edan itu harus membayar denda sebesar Rp250 juta. Pengulangan pelanggaran serupa dapat berbuah hukuman lebih berat kepada Arema FC.
Komdis PSSI menilai Arema FC gagal menjalankan tanggung jawab untuk menjaga ketertiban dan keamanan selama pertandingan. “Panitia pelaksana tidak bisa mengantisipasi masuknya suporter ke lapangan,” kata Erwin Tobing.
Anggota Komite Eksekutif PSSI, Ahmad Riyadh, menilai bahwa kesalahan dari panitia pelaksana (panpel) pertandingan Arema FC adalah tidak membuka beberapa pintu stadion mulai menit 80 atau 10 menit sebelum pertandingan selesai.
Pintu stadion yang belum terbuka menyebabkan banyak suporter kesulitan mencari jalan keluar setelah polisi menembakkan gas air mata.
Akibat hal itu, banyak penonton yang terjepit dan terhimpit di keramaian yang berujung pada meninggalnya ratusan orang. “Itu kesalahan dari panpel,” tutur Ahmad.
Hukuman Seumur Hidup
Komite Disiplin PSSI juga menjatuhkan hukuman berat kepada Ketua Panitia Pelaksana Arema FC, Abdul Haris, dan Petugas Keamanan (Security Officer) Arema FC, Suko Sutrisno.
Abdul dan Suko tidak boleh lagi beraktivitas di lingkungan sepakbola selama seumur hidup.
PSSI menegaskan bahwa penyelidikan sebatas pelaksanaan aturan pertandingan atau “law of the game”. Di luar aturan pertandingan, PSSI menyerahkan kepada pihak kepolisian.
Kericuhan di Stadion Kanjuruhan terjadi ketika ribuan suporter Arema FC, Aremania, masuk ke area lapangan setelah pertandingan dengan Persebaya pada laga lanjutan Liga 1 Indonesia 2022-2023. Kerusuhan pecah setelah aparat kepolisian melepaskan tembakan gas air mata.
Source: tvOne