Bendera Libya/Net
Kumbanews.com – Libya memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin di sektor minyak, gas, dan energi terbarukan. Begitu disampaikan Sekretaris Jenderal Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), Haitham Al-Ghais, pada KTT Energi dan Ekonomi Libya 2025 (LEES) yang digelar di Tripoli, Minggu 19 Januari 2025.
Dalam pidatonya, Al-Ghais menekankan bahwa Libya memiliki cadangan minyak yang sangat besar, mencapai 48 miliar barel atau sekitar 3 persen dari total cadangan dunia dan lebih dari 40 persen dari total cadangan di Afrika.
“Saya tidak ragu bahwa Libya dapat menjadi yang terdepan dalam produksi minyak dan gas di masa depan, serta memimpin di bidang energi terbarukan,” ujarnya, seperti dikutip dari Anadolu Agency.
Selain itu, ia juga mencatat bahwa Libya memiliki sumber daya gas yang signifikan dan posisi geografis yang strategis untuk menjadi pusat energi di kawasan Mediterania. Menurutnya, potensi ini hanya dapat terwujud jika stabilitas politik dan ekonomi negara tersebut terjaga.
Al-Ghais juga menyoroti pentingnya kerja sama antara anggota OPEC dan mitra OPEC+ dalam menjaga stabilitas pasar energi global. Ia mengingat keputusan produksi penting yang diambil pada awal pandemi Covid-19, yang menurutnya telah membantu menstabilkan pasar dan mendukung pemulihan ekonomi global.
Dengan permintaan energi global yang diperkirakan meningkat 24 persen pada tahun 2050, konsumsi minyak harian diproyeksikan mencapai 120 juta barel.
“Pertumbuhan populasi, urbanisasi, dan ekspansi ekonomi di negara-negara berkembang akan menjadi pendorong utama permintaan energi,” jelasnya.
Al-Ghais menggarisbawahi kebutuhan investasi besar di sektor energi untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat.
“Kami membutuhkan investasi sebesar 17,4 triliun Dolar AS hingga tahun 2050, atau lebih dari 650 miliar Dolar AS per tahun, hanya untuk sektor minyak saja,” katanya.
Ia juga menekankan pentingnya mengembangkan semua jenis sumber energi, termasuk energi terbarukan, guna menciptakan masa depan yang berkelanjutan.
“Masa depan adalah masa yang membutuhkan investasi besar ke semua sumber energi,” katanya.
“Saya menggarisbawahi kata semua. Kami melihat sektor minyak saja membutuhkan investasi sebesar 17,4 triliun Dolar AS dari sekarang hingga 2050. Itu lebih dari 650 miliar Dolar AS per tahun,” demikian Al-Ghais.
Sumber: RMOL