Kumbanews.com – Mantan Staf Khusus Wakil Presiden Jusuf Kalla, Azyumardi Azra menuturkan ucapan yang dilayangkan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD di depan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan media berbeda.
Hal ini terjadi saat Azyumardi, Mahfud MD bersama rombongan lainnya menemui Jokowi di istana.
Pertemuan itu guna membahas langkah yang harus diambil berkaitan dengan tuntutan Penerbitan Peraturan Pengganti Undang-Undang KPK (Perppu KPK).
Dilansir dari channel YouTube Realita TV pada Minggu (4/11/2019) via TribunWow.com, Azyumardi menuturkan kala itu Mahfud MD yang belum menjabat menjadi Menkopolhukam memberi banyak masukan kepada Jokowi.
Mahfud MD dan tokoh lain yang memiliki kesempatan berbicara menyetujui perppu yang bisa menyelamatkan KPK.
“Revisi itu melemahkan KPK dalam berbagai seginya sehingga kemudian dengan pelemahan KPK itu maka kemudian pemberantasan korupsi, penciptaan pemerintahan yang bersih dari KKN itu tidak akan tercapai,” jelas Azra.
Sehingga dalam forum disepakatilah Jokowi akan mengeluarkan perppu.
“Nah oleh karena itulah semua pembicara delapan orang itu sepakat bahwa presiden perlu mengeluarkan Perppu,” sambung Azra.
“Dari 41 orang itu hanya delapan orang?,” tanya pembawa acara Rahma Sarita.
Dijawab Azyumardi benar hal ini karena adanya waktu yang terbatas.
“Iya karena kan waktunya terbatas jadi tidak semua orang ada waktu untuk ngomong, saya termasuk yang ngomong tiga hal sebetulnya untuk menyarankan,” lanjut Azyumardi.
Akan tetapi, ia menyoroti pernyataan Mahfud MD berbeda dengan apa yang di media.
Menurutnya saat itu Mahfud MD menyatakan telah menyepakati perlunya Perppu diterbitkan.
“Cuma Pak Mahfud ini ketika di dalam dan ketika waktu keterangan pers berbeda ya,” jawab Azyumardi.
“Di dalam pertemuan dengan presiden, kita itu termasuk Pak Mahfud menekankan pentingnya segera dikeluarkan Perppu KPK.”
“Tapi kemudian di luar ia menekankan beberapa alternatif, mengenai apa yang harus dilakukan untuk menghadapi undang-undang KPK yang baru itu hasil revisi itu,” jelas Azra.
Diungkapkannya, Mahfud MD justru menutukan ada langkah lain sebagai pengganti perppu.
Satu di antaranya melalui judicial review.
“Padahal di dalam pembicaraan dengan presiden sudah dibilang pertama judisial review itu makan waktu yang lama.”
“Yang kedua belum tentu keputusan itu sesuai yang diinginkan oleh masyarakat, yaitu penguatan KPK,” papar pria lulusan Universitas Columbia ini.
Selain sulit, judicial review kemungkinan bisa menolak pengajuan KPK agar kembali seperti semula.
Pasalnya, MK mengurusi masalah konstitusi bukan masalah korupsi ataupun masalah hak warga negara.
“Bisa saja Mahkamah Konstitusi menolak ya kan, judicial review itu ditolak karena ini enggak ada urusan dengan soal konstitusional, ini soal korupsi, bukan hak-hak warga negara dan sebagainya sementara waktunya sudah lewat,” lanjut Azra. (*)