Mantan Kepala Intelijen ABRI Bela Soenarko: Senjata Rongsokan Ini yang Kita Hebohkan

  • Whatsapp

Kumbanews.com – Sejumlah purnawirawan jenderal TNI membela Mantan Danjen Koppasus Soenarko yang ditahan atas kepemilikan senjata ilegal.

Dalam konferensi pers yang dilakukan, seperti dikutip dari saluran YouTube KompasTV, Sabtu (1/6/2019), Mantan Kepala Badan Intelijen ABRI, Zacky Anwar Makarim menyatakan senjata yang disita polisi dan POM TNI yang dikaitkan dengan Soenarko adalah senjata rusak.

Bacaan Lainnya

Bahkan menurut Zacky, senjata yang disita sudah mengalami sejumlah modifikasi.

“Seri ke berapa saya tidak tahu. Karena saya tidak pernah menggunakan M16 extended popor,” tegas Zacky.

Zacky menyebutkan, ada sejumlah modifikasi yang dilakukan pada senjata tersebut.

Menurut Zacky, modifikasinya bahkan menggunakan peralatan dari bengkel sepeda dan motor.

“Kemudian dia punya ‘lade’ ini bikinan bengkel dari Medan. Bengkel sepeda atau apa saya tidak tahu,” ujar Zacky.

“Dia punya peredam, peredamnya dari motor Honda, tahun berapa saya nggak tahu,” imbuhnya.

Zacky lantas mempertanyakan jenis sesungguhnya senjata tersebut.

“Jadi artinya senjata ini bisa dikategorikan AR15 diubah menjadi M16A1 laras pendek, saya menegaskan laras pendek. Ini pendek banget,” ungkap dia.

“Untuk sniper, itu 17,5 inch – 27 inch untuk panjangnya laras.”

Selanjutnya, Zacky juga memberikan penilaian pada kualitas senjata.

“Kalau saya inspeksi senjata, nomor satu saya bongkar coba lihat larasnya. Itu sudah berapa ribu butir peluru,” papar Zacky.

“Kalau larasnya sudah dilewati lebih dari 10 ribu butir, buang.”

“Jadi, senjata rongsokan ini yang kita hebohkan,” tandasnya.

Sri Radjasa Chandra Ungkap Kejanggalan

Mantan Perwira Pembantu Madya (Pabandya) bidang Pengamanan Komando Daerah Militer Iskandar Muda (IM) Kolonel Inf. (Purn) Sri Radjasa Chandra menilai ada yang janggal dari tuduhan penyelundupan senjata api ilegal terhadap mantan Danjen Kopassus Mayjen (Purn) Soenarko.

Chandra membantah tuduhan Soenarko telah menyelundupkan senjata untuk digunakan saat kerusuhan pasca-demonstrasi pada 22 Mei di depan kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jakarta Pusat.

“Ada yang janggal dari tuduhan yang ditujukan pada Pak Narko (Soenarko),” ujar chandra saat memberikan keterangan di kawasan Senayan, Jakarta, Jumat (31/5/2019).

Chandra mengungkapkan, Soenarko pernah memerintahkan dirinya untuk mengirim senjata dari Aceh ke Jakarta pada 2009.

Saat itu Soenarko menjabat sebagai Panglima Komando Daerah Militer (Kodam) Iskandar Muda.

Sekitar 2009, staf intel Kodam IM menerima penyerahan tiga pucuk senjata laras panjang secara sukarela dari masyarakat di Aceh Utara.

Ketiga jenis senjata yang diserahkan yakni dua pucuk AK-47 dan satu pucuk senjata M-16 A1 laras pendek.

“Kebetulan tiga pucuk diserahkan kepada saya di antaranya dua pucuk AK-47 dan satu pucuk senjata M-16 A1 laras pendek. Kondisi senjata tersebut saya lihat sendiri bahwa tidak layak untuk sebuah pertempuran,” tutur dia.

Temuan tiga senjata itu kemudian dilaporkan oleh Chandra ke Soenarko.

Atas perintah Soenarko, dua senjata AK-47 disimpan di gudang.

Sementara senjata M-16 A1 disimpan di kantor staf intel Kodam IM.

Menurut Chandra, rencananya senjata M-16 A1 itu akan diberikan ke museum milik Kopassus.

Sebelum dikirimkan, senjata dimodifikasi pada bagian popor, penutup laras dan teropong bidik untuk pertempuran jarak dekat.

“Ini jelas bahwa Pak Narko tidak pernah memiliki senjata itu. Seperti yang dikatakan Pak Wiranto, Moeldoko dan Tito,” kata Chandra.

Kemudian pada tahun 2018 ketika masa penugasan Chandra berakhir, Soenarko meminta agar Chandra mengirimkan senjata tersebut ke Jakarta.

Namun, perintah itu tidak dapat dilaksanakan karena Chandra sudah terlanjur kembali ke Jakarta.

Perintah untuk mengirim senjata ke Jakarta juga disampaikan ke Heri, warga sipil yang sehari-hari membantu Soenarko di Aceh.

“Dengan catatan Pak Narko mengatakan bahwa ketika nanti mengirim senjata ke Jakarta tolong dilaporkan ke Kasdam IM Brigjen Daniel agar mendapat surat pengantar,” kata Chandra.

Senjata tersebut, kata Chandra, kemudian dikirimkan pada 15 Mei 2019 dari Aceh ke Jakarta dengan menggunakan pesawat Garuda.

Senjata dikirimkan sesuai prosedur dan dilengkapi dengan surat pengantar dari Brigjen (Purn) Sunari, seorang anggota TNI yang ditugaskan di Badan Intelijen Negara (BIN).

Namun, setibanya di bandara Soekarno Hatta, muncul persoalan.

Chandra mengatakan, Sunari tidak mengaku pernah membuat surat pengantar.

Keanehan lainnya, pengirim senjata tidak mengakui telah mengirimkan senjata itu.

Chandra tidak menjelaskan siapa pengirim yang dimaksud.

Selain itu, Chandra mengaku tidak mengetahui kenapa senjata tersebut baru dikirimkan pada 15 Mei 2019.

“Nah ini menjadi persoalan, aneh dan pengirimannya ini melalui prosedur yang resmi.”

“Apsec, yaitu security bandara mengatakan itu senjata. Kalau selundupan mungkin ditutupi terigu atau apa. Itu satu bukti kalau Pak Narko tidak pernah menyelundupkan senjata apapun,” ucap Chandra.

Diketahui sebelumnya, Soenarko ditahan terkait kasus dugaan penyelundupan senjata api terkait aksi unjuk rasa 22 Mei 2019, menyikapi hasil rekapitulasi suara oleh KPU dalam Pilpres 2019.

Hal itu disampaikan Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Sisriadi dalam pesan singkat yang diterima di Jakarta, Selasa (21/5/2019).

Mayjen Sisriadi mengatakan, pada Senin (20/5/2019) malam penyidik dari Mabes Polri dan POM TNI telah melakukan penyidikan terhadap oknum yang diduga sebagai pelaku.

Penyidikan dilakukan di Markas Puspom TNI, Cilangkap.

“Hal ini dilakukan karena salah satu oknum yang diduga pelaku berstatus sipil (Mayjen Purn S), sedangkan satu oknum lain berstatus militer (Praka BP),” kata Sisriadi, dikutip dari Kompas.com.

Keduanya kini ditahan di Rutan Guntur. Soenarko diduga melanggar Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 Pasal 110 jo 108 KUHP, dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 Pasal 163 bis Jo 416 mengenai keamanan negara atau makar. (*)

Pos terkait