Kumbanews.com – Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri menceritakan sosok sang ayah, Sukarno, yang sangat gemar membaca. Cerita ini disampaikan Megawati saat menjadi pembicara kunci dalam webinar Bung Karno dan Buku-bukanya, Selasa (24/11).
Salah satu yang dikenang Megawati dari sang ayah adalah hobi Bung Karno yang gemar membaca. Menurut Megawati, kegemaran membaca Sukarno ini menjadi salah satu rujukannya saat memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Megawati menilai hobi membaca Sukarno ini harusnya dicontoh oleh generasi muda saat ini.
“Menurut saya harus dicontoh oleh kalangan muda. Mengapa bisa menyerap sampai begitu banyak pengetahuan lewat buku,” kata Megawati.
“Dan beliau katakan saya coba berimajinasi, ketemu dengan orang, itu saya mengikuti kalau baca buku. Mencoba membayangkan situasi pada waktu itu,” lanjut Ketum PDIP itu.
Lebih lanjut, Megawati menyebut, kegemaran membaca ini kemudian menjadikannya sebagai seorang penulis. Buah-buah pemikiran Sukarno, kata Megawati, penting dalam perkembangan sejarah Indonesia.
Oleh sebab itu, dalam webinar yang juga dihadiri Mendikbud Nadiem Makarim ini, Megawati mengusulkan agar buku-buku Sukarno dijadikan kurikulum dalam pendidikan Indonesia.
“Alangkah sayangnya maksud saya, dari pikiran-pikiran yang telah diserap oleh seorang Bung Karno, yang seharusnya kalau menurut saya Pak Nadiem, itu harus jadi salah satu kurikulum untuk baca,” kata Megawati.
“Karena apa, menurut saya membaca buku Bung Karno selain membuka jendela dunia, dengan beliau bertemu tokoh-tokoh dunia, itu juga mengekstrasi pikiran-pikiran dari banyak tokoh dunia yang dikenal beliau lewat buku-bukunya. Ya sosial, politik, budaya, ekonomi,” lanjut dia.
Dalam kesempatan itu, Megawati juga sempat mengenai masa di Orde Baru ketika hasil buah pemikiran Bung Karno yaitu buku-bukunya tak boleh beredar di tengah masyarakat. Masa ini dikenang Megawati sebagai era desukarnoisasi.
Megawati mengaku heran mengapa sampai buku-buku Sukarno sampai dilarang beredar.
“Jadi bayangkan kita manusia Indonesia sepertinya waktu zaman Pak Harto itu enggak boleh orang baca buku beliau. Saya suka mikir, kenapa ya kalau sebagai pengetahuan? Tidak boleh, bagian dari politik desukarnoisasi enggak ada orang berani ngomong,” kata Megawati. (*)