Kumbanews.com – Sya’ban Sartono Leky (36) seorang wartawan media online di Makassar melaporkan ulah preman ke Polrestabes Makassar, Sabtu (25/4/2020). Penyebabnya wartawan kelahiran Marica, Nusa Tenggara Timur (NTT) ini disekap, dianiaya bahkan diancam dibunuh di dalam toko Bintang, Jl Veteran Selatan pada Sabtu sore.
Peristiwa itu berawal ketika Sya’ban tengah meliput penertiban yang dilakukan oleh Satpol PP Pemkot Makasar terhadap toko penjual aksesoris handphone tersebut. Penertiban itu guna menegakkan Peraturan Walikota (Perwali) Kota Makassar Nomor 22 Tahun 2020 terkait pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) guna memutus mata rantai penularan virus corona.
“Toko itu tetap beroperasi. Padahal sudah ada larangan untuk tidak beroperasi. Pintu toko itu tertutup setengah. Saya penasaran karena di dalam toko itu saya lihat ada banyak pengunjung. Saya kemudian masuk dan mengambil gambar,” jelas Sya’ban.
Tiba-tiba ia diteriaki dan diintimidasi oleh sejumlah orang. Sya’ban lalu dikuncikan pintu toko. Ia disekap di dalam. Beberapa di antara orang tersebut menghampirinya. Sya’ban lalu dihakimi. Hpnya hendak dirampas. Tapi ia kukuh mempertahankan ponsel miliknya. Orang-orang tersebut minta rekaman video di dalam HP tersebut dihapus.
”Tapi saya menolak. Saya minta bicara dengan pihak yang berkompeten. Namun mereka menolak. Saya terus diintimidasi dengan kata-kata kotor. Tak lama kemudian datanglah beberapa orang. Badannya besar-besar. Ada yang mengaku wartawan dan pengurus salah satu organisasi wartawan,” jelas Sya’ban.
Seorang lelaki bertubuh tinggi besar dan berambut gondrong menghampirinya. Dengan kasar lelaki itu memaksa merampas HP milik wartawan ini. Lagi-lagi Sya’ban menolak. Namun lelaki berambut gondrong dan mengenakan masker hitam itu marah. Ia lalu mencekik leher Sya’ban. Karena merasa terancam ia pasrah. HP pun dirampas. Foto-foto dan video yang tersimpan dihapus.
“Mana HPmu. Sini,” bentak lelaki berambut gondrong tersebut dengan wajah sangar sambil menarik ponsel tersebut lalu mendorong Sya’ban dengan kasar.
Ia juga dipukul dan dicekik. Satu jam lebih disekap dan dianiaya di dalam toko Bintang. Diintimidasi seperti penjahat.
“Bukan hanya HP saya yang diambil. KTP, id-card pers dan kartu lainnya juga diambil,” katanya.
Lelaki yang diduga bernama William ini juga mengaku anggota TNI merangkap wartawan. Bahkan ia mengaku sebagai pengurus DPD salah satu organisasi wartawan di Makassar.
Usai disekap dan dianiaya, Sya’ban lalu ‘dibebaskan’. Sebelum meninggalkan toko Bintang, wartawan kelahiran 15 November 1994 ini diancam akan dibunuh.
‘’Eh, ini KTP kamu sudah ada saya foto. Kalau kamu macam-macam, saya bunuh kamu,” ancam lelaki lainya.
Karena merasa nyawanya terancam Sya’ban tak membuang waktu. Ia langsung melaporkan kejadian itu ke Mapolrestabes Makassar. Laporannya diterima oleh Kapala SPK Polrestabes Makassar Aipda Darwis.
Ketua DPD JOIN Kota Makassar Sabri mengutuk keras aksi premanisme di toko Bintang tersebut. Apalagi Williem mengaku sebagai pengurus DPD JOIN Makassar.
“Tidak ada nama Williem di kepengurusan JOIN Makassar. Kami minta Kapolrestabes Makassar mengusut tuntas kasus ini. Ini sudah mencederai profesi wartawan. Bagaimanapun dalam menjalankan tugasnya wartawan dilindungi oleh undang-undang (UU) No. 40 Tahun 1999 tentang Pers,” tegas Sabri.
Pada dasarnya, UU Pers melindungi baik wartawan sebagai pelaksana kegiatan jurnalistik maupun hal-hal yang menjadi subyek dan obyek pemberitaan.
“Kalau preman tentu tidak dilindungi oleh undang-undang. Kalau yang namanya preman berbuat kejahatan lantas tidak diproses maka negara ini sudah dalam keadaan bahaya. Karena itu kalau pelaku tidak diproses itu berarti preman dilindungi. Ini tidak boleh terjadi. Sebab akan menjadi preseden buruk,” pekik Sekretaris DPD JOIN Kota Makassar, Asril.
Menurut Asril, perlindungan hukum diberikan bagi wartawan dalam melaksanakan profesinya sesuai pasal Pasal 8 UU Pers.
“Perlindungan terhadap pers ini juga dijamin se[erti yang diurai pada Pasal 4 UU Pers. Jadi tidak ada alasan polisi tidak memproses preman tersebut,” tegas Asril.
Selain itu Asril minta Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar mencabut izin usaha toko Bintang yang seolah melecehkan Perwali terkait PSBB.
“Di sini ketegasan dan wibawa Pemkot Makassar khususnya kepada Pj Walikota, diuji. Kalau benar-benar mau melaksanakan aturan yang mereka buat, tentu harus tegas. Jangan diskriminatif. Harus ada sanksi tegas agar ada efek jera. Sebab kalau tidak diberi sanksi, aturan yang mereka buat bakal jadi tak bergigi,” ujar Asril.(*)