Ilustrasi/Net
Kumbanews.com – Emas dianggap sebagai aset yang relatif aman di masa ketidakpastian ekonomi global. Hal itu sangat dipahami China, negara yang paling aktif dalam pembelian emas di masa krisis.
Berdasarkan data World Gold Council (WGC), China memborong emas ratusan ton pada tahun krisis ekonomi global, sekitar 2008 hingga 2023.
Bagi China, selama krisis finansial, nilai mata uang atau aset lainnya dapat tergerus, sementara emas cenderung mempertahankan nilainya. Oleh karena itu, pemerintah China, yang memiliki cadangan devisa besar, membeli emas untuk melindungi nilai kekayaan negara mereka.
Dikutip dari CNBC, Senin 24 Maret 2025, China memiliki cadangan devisa terbesar di dunia, dan sebagian besar cadangan ini berupa Dolar AS. China membeli emas sebagai bentuk diversifikasi, untuk mengurangi ketergantungan pada dolar dan meningkatkan keberagaman cadangan devisa,
Emas memberi alternatif yang lebih stabil dan independen dari fluktuasi mata uang atau kebijakan moneter negara lain.
Berikut catatan pembelian emas yang dilakukan China.
Di 2009, China memborong emas hingga 454,1 ton. Tahun 2008-2009 merupakan tahun krisis finansial global. Krisis tersebut merupakan krisis finansial terburuk dalam 80 tahun terakhir, bahkan para ekonom dunia menyebutnya sebagai the mother of all crises.
Krisis ini berdampak signifikan terhadap ekonomi China yang menyebabkan penurunan tajam dalam ekspor akibat berkurangnya permintaan global, yang menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Namun pada saat itu, pemerintah China menanggapinya dengan paket stimulus besar, yang membantu mengurangi dampak negatif dan akhirnya menyebabkan pemulihan ekonomi. Kekhawatiran krisis keuangan global tersebut pun mendorong China memborong emas hingga 454,1 ton.
Di 2015-2016, China kembali memborong emas dengan rincian; di 2015 sebanyak 708,2 ton dan di 2016 sebanyak 80,2 ton.
Tahun-tahun itu, perhatian dunia sedang tertuju pada krisis ekonomi yang dialami Yunani. Krisis terjadi akibat kegagalan membayar utang (default) sebesar 1,5 miliar Euro atau sekitar Rp22 triliun pada International Monetary Fund (IMF) yang jatuh tempo 30 Juni 2015.
Saat Yunani menghadapi krisis, saham-saham di bursa China pun anjlok. Nilai saham yang terdaftar di bursa China mencatatkan kerugian besar. Emas menjadi pilihan oleh bank sentral China saat itu.
Di 2019 atau pada masa pandemi Covid-19, China melakukan aksi pembelian emas sebanyak 95,8 ton. International Monetary Fund (IMF) menyebut masa krisis tahun ini sebagai The Great Lockdown atau masa Karantina Besar.
Di 2022-2024, China kembali memborong emas dengan rincian; di 2022 sebesar 62,2 ton, di 2023 sebanyak 224,9 ton, dan di 2024 sebesar 44,2 ton.
Tahun-tahun ini perekonomian dunia mulai menggeliat setelah krisis akibat Covid pada 2020. Harga konsumen mulai naik pada 2021 karena negara-negara mulai menghentikan lockdown atau pembatasan lainnya.
Bank sentral bersikeras bahwa inflasi yang tinggi hanya akan bersifat sementara karena ekonomi kembali normal. Namun, serangan Rusia ke Ukraina pada akhir Februari kemudian membuat harga energi dan pangan melonjak.
Banyak negara sekarang bergulat dengan krisis biaya hidup karena upah tidak mengikuti inflasi. Ini memaksa rumah tangga membuat pilihan sulit dalam pengeluaran mereka.
Tingginya inflasi dan suku bunga di beberapa negara Eropa dan Amerika, akhirnya membuat China memborong emas lag di tahun-tahun tersebut.
Dengan memperbanyak cadangan emas, China dapat meningkatkan pengaruhnya dalam sistem ekonomi global.
China berusaha memperkuat posisi mereka dalam sistem keuangan internasional yang lebih multipolar, di mana emas memainkan peran penting dalam stabilitas dan kepercayaan ekonomi.
Sumber: RMOL