Kumbanews.com – Selama dua hari belakangan ini, pemerintah telah menonaktifkan akses fitur media sosial tertentu, khususnya video dan gambar.
Pembatasan ini menyusul unjukrasa menolak hasil Pilpres 2019 yang disuarakan sejumlah elemen massa di depan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jakarta Pusat.
Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara mengklaim, masyarakat jadi lebih tenang dengan kebijakan itu. Bahkan terhindar dari informasi-informasi sesat yang tidak cover both side.
“Tanya saja sama penerima. Sekarang kita lebih tenang nggak,” ucap Rudiantara di Kantor Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Jakarta Pusat, Kamis (23/5).
“Ya ada dampaknya. Jangan lupa ini kemenangan media mainstream. Setidaknya penguatan media mainstream,” lanjutnya.
Menurut Rudiantara, tadinya orang yang hanya membaca medsos, kini jadi beralih ke televisi dan koran.
“Karena media mainstream lakukan kaidah jurnalistik, yaitu lakukan cover both side, medsos malah tidak. makanya saya katakan kemenangan media mainstream,” tegasnya.
Kemenkominfo akan kembali membuka akses penuh fitur sosmed jika situasi dinyatakan betul-betul kondusif dari berbagai polemik pasca aksi unjuk rasa massa 21-22 Mei.
“Dari sisi intelejen dari sisi Polri dari sisi TNI utamanya ya kalau sudah kondusif kita akan buka akan fungsikan kembali fitur-fitur karena saya sendiri pun merasakan dampak yang saya buat sendiri,” jelasnya.
Rudiantara juga menyampaikan permohonan maaf atas kebijakan pembatasan ini. Terutama, masyarakat pengguna fitur untuk berjualan online. Namun demi eksistensi NKRI, langkah pembatasan perlu diambil.
“Kebijakan ini kan nggak bisa pilah pilih. Saya sampaikan ada 200 juta orang lebih SIM card, yang di masyarakat ada 170 juta orang akses internet. Kalau WhatsApp satu-satu bisa saya address, tapi katakanlah dari pengguna what’s up dari 150 juta hingga 200 juta karena hitungannya SIM card saya mengadressnya susah gitu,” paparnya.
Rudiantara mengatakan, kebijakan ini mengacu UU 19/2016 pasal 40 tentang Informasi Transaksi dan Elektronik (ITE) perubahan atas UU 11/2008. Di mana tugas pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan informasi elektronik dan transaksi elektronik.
“Kewajiban UU ITE dibagi menjadi dua besar sebenarnya, bagaimana meningkatkan literasi masyarakat kita mengenal digital, memanfaatkan digital dengan baik. Kedua manajemen digital dari konten dan pembatasan-pembatasan,” lanjut dia. (Rmol)