Misionaris Ini Putuskan Mualaf usai Murtadkan Separuh Warga Desa di Blitar

  • Whatsapp

Kumbanews.com – Seorang mualaf, Siti Ainun Khalifah, menceritakan proses keislamannya yang begitu luar biasa. Padahal, dulunya Siti merupakan seorang yang ditugaskan menarik orang Muslim agar pindah agama.

“Saat itu saya lebih banyak menarik orang-orang terutama Muslim KTP. Karena sangat mudah membawa mereka (pindah agama). Caranya lewat kehidupan seharian, budaya, lingkungan,” ujarnya mengawali cerita di YouTube Hidayatullah TV, dikutip VIVA, Jumat, 5 November 2021.

Bacaan Lainnya

Pada saat itu, Siti ditugaskan di daerah Blitar, Jawa Timur. Di sana, dia masuk ke dalam sebuah desa yang kesehariannya hanya berkebun atau ke sawah. Lalu, Siti hidup berdampingan dengan mereka layaknya warga pada umumnya.

“Saya akan datang dan menyapa mereka. Bertahap ya tidak langsung dan itu butuh waktu lumayan hampir setahun. Sampai pada akhirnya sebagian orang dari desa itu menjadi Kristen,” kata dia.

Proses menjadi mualaf

Singkat cerita, tepatnya pada 2004, Siti pindah ke Jakarta untuk menekuni bisnis. Selain mengelola usaha, wanita yang kini telah berhijrah itu juga mendirikan lembaga bimbingan. Namun dalam perjalanannya menjalankan bisnis, dia selalu menemui kegagalan.

“Pada akhirnya saya bertanya, ‘Ya Tuhan apa yang Engkau mau dari saya? Saat itu saya posisi di Jakarta sendiri. Dengan berbagai macam kegagalan bisnis yang saya jalani, kemudian saya minta ke Tuhan berikan petunjuk jika Tuhan masih sayang sama saya. ‘Hadirkan padaku keluarga yang bisa menerima saya apa adanya.’ Ibarat kaya nazar,” tuturnya.

Kemudian, Siti akhirnya dipertemukan dengan keluarga yang sangat sederhana, yang tinggal di tengah pematang sawah. Dalam keadaan bangkrut, Siti meminta agar bisa tinggal di rumah tersebut.

“Saya tinggal di situ, itu saya habis keluar dari rumah sakit karena saya habis bangkrut yang membuat saya akhirnya mencari Tuhan saya di mana. Keluarga itu tidak menekankan saya untuk masuk Islam, dia hanya bilang ‘kamu boleh tinggal di tempat ini, tapi di sini keluarganya Muslim, apakah kamu mau?’ Saya bilang tidak masalah,” pungkas dia.

Hidup di tengah-tengah keluarga Muslim, akhirnya Siti diajarkan hidup secara Islam, mulai dari belajar wudhu, salat, hingga membaca Syahadat.

“Tapi ketika saya menolak mereka pun gak masalah. Saat itu saya mengikuti dan ada rasa senang. Sampai pada akhirnya mereka mengajak saya untuk bersyahadat secara resmi,” imbuhnya.

Mendapat hidayah

Meski sudah mengucap dua kalimat Syahadat dan resmi menjadi seorang Muslim, namun pada saat itu, Siti merasa hati dan jiwanya belum merasakan hidayah sebagai seorang Islam. Bahkan, dia masih enggan menyebut Tuhan dengan nama Allah. Kemudian Siti berdoa agar diberikan hidayah.

“Selang 2 minggu lebih, saya melakukan perjalanan dari Bogor ke Jakarta. Saya lewat Parung naik motor sama kakak angkat saya. Di perjalanan kakak saya bilang gini, ‘Ini sudah waktunya salat Zuhur, salat dulu yuk. Akhirnya saya salat di situ, numpang salat di rumah temennya kakak saya,” pungkas dia.

Siti kembali dipertemukan dengan keluarga yang sederhana. Keluarga tersebut hanya tinggal di bedeng beratap seng di tengah-tengah peternakan ayam.

“Kemudian saya salat di sana. Pada rakaat terakhir di sujud saya, saya merasakan ada sesuatu yang saya tidak bisa utarakan itu dengan kata-kata. Saya melihat ada sinar putih seputih-putihnya. Dan saya merasakan ada satu kedamaian, kebahagiaan yang tidak terwakili oleh apapun. Hingga saat ini saya tidak pernah merasakan kebahagiaan dan kedamaian seperti yang saya rasakan saat itu,” ungkap dia.

“Saat itu seperti dinyatakan dalam diri saya bahwa inilah Islam. Setiap orang berbeda punya hidayah dan cerita, tapi inilah cerita saya yang saya rasakan. Saat itu saya mengatakan setelah mengakhiri salat saya dengan tegas saya katakan, ‘Ya Allah itu lidah saya merasa seperti sudah terbiasa menyebut Allah padahal sebelumnya tidak. Untuk yang pertama kali,” lanjut dia.

Sambil mencoba menahan tangis, Siti menceritakan akhirnya pada saat itu dia tegas mengatakan bahwa dia Islam karena Allah SWT.

“Saya terima tubuh jiwa raga saya, saya Islam. Saya terima hidayahmu ya Allah. Artinya apa? Hidayah itu diberikan kepada siapa pun, kapan pun, di mana pun. Bukan sucinya tempat yang gelar sajadah yang warna-warni bukan. Tapi Allah beri hidayah ketika saya ada di tempat yang sangat kumuh, banyak seng-seng di tempat peternakan ayam yang bau dengan tai ayam. Di situ justru saya mendapatkan hidayah, kenikmatan yang luar biasa,” tandas Siti Ainun Khalifah.

 

 

 

 

 

 

Source: viva

 

 

 

Pos terkait