Ilustrasi logo Partai Demokrat/Istimewa
Kumbanews.com – Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden atau Presidential Threshold (PT) 20 persen. Sebab, putusan MK bersifat final and binding atau final dan mengikat.
“Putusan MK bersifat final dan mengikat. Sikap kami selama ini selalu sama dalam menyikapi putusan MK, kami menghormati apapun putusan MK itu,” kata Koordinator Jurubicara DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra, dalam keterangan resminya, Kamis, 2 Januari 2024.
Herzaky meyakini, setiap putusan MK sudah melalui proses mendalam dan mempertimbangkan berbagai aspek, dengan mengedepankan keadilan dan kebenaran. Termasuk soal putusan penghapusan PT 20 persen tersebut.
Dia menambahkan, Indonesia merupakan negara hukum. Sehingga kewajiban kita semua untuk menghormati setiap produk hukum dari lembaga peradilan.
“Apalagi ini produk hukum dari Mahkamah Konstitusi. Lembaga tinggi negara yang menjalankan kekuasaan kehakiman secara merdeka untuk menegakkan hukum dan keadilan,” tuturnya.
Demokrat berharap, lanjut Herzaky, putusan MK tersebut bisa berkontribusi dan membantu demokrasi Indonesia semakin berkembang dan tumbuh semakin matang.
“Mendekatkan kita ke tujuan menghadirkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Inilah yang menjadi komitmen kami, Demokrat, selama ini, terus berkontribusi dan berjuang bersama rakyat untuk terus menjaga dan meningkatkan kualitas demokrasi kita,” katanya.
“Sekarang, mari saatnya kita fokus bekerja. Memberikan manfaat terbaik untuk masyarakat, bangsa, dan negara,” demikian Herzaky.
Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan Pasal 222 UU nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), yang mengatur soal ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold).
Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua MK, Suhartoyo, dalam Sidang Putusan Perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024, yang diajukan oleh empat orang mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, di Ruang Sidang Utama Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis, 2 Januari 2024.
“Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar Suhartoyo di dampingi 8 orang Hakim Konstitusi lainnya.
MK menerima gugatan tersebut karena sejumlah alasan prinsipal dalam demokrasi, terutama dianggap bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat.
Selain itu, para Pemohon juga menilai Presidential Threshold melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang intolerable, dan secara nyata bertentang dengan UUD NRI 1945.
Oleh karena itu, Wakil Ketua MK RI Saldi Isra menjelaskan dengan menyebutkan pasal UUD NRI 1945 yang mendasari pembatalan pasal Presidential Threshold.
“Pergeseran pendirian tersebut tidak hanya menyangkut besaran atau angka persentase ambang batas, tetapi yang jauh lebih mendasar adalah rezim ambang batas pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) berapapun besaran atau angka persentasenya adalah bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945,” demikian Saldi.
Sumber: RMOL