Oleh: M. Rizal Fadillah
INI pandangan melihat kasus Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen yang kini dalam proses peradilan di PN Jakarta Pusat dengan dakwaan soal pemilikan senjata ilegal.
Kaitannya adalah peristiwa politik aksi unjuk rasa 21-22 Mei di depan Kantor Bawaslu pasca Pilpres 2019.
Aksi unjuk rasa yang berakibat jatuh korban tewas ini menjadi kontroversi karena adanya “kelompok misterius” yang menjadi provokator unjuk rasa yang berujung rusuh tersebut.
Hingga kini kelompok ini masih gelap apakah sebagai kelompok sendiri atau kelompok yang dikendalikan. Nuansa rekayasa tercium dari kerusuhan tersebut.
Tuntutan adanya tim independen “fact finding” tidak berhasil.
Ekses atau mungkin pernak pernik dari aspirasi unjuk rasa bulen Mei tersebut yang membawa Kivlan Zen akhirnya masuk dalam proses peradilan PN Jakpus tersebut.
Kasus ini pun berbau kontroversi. Ada banyak versi muatan politisnya. Hukum mungkin hanya memfokus masalah senjata ilegal semata. Kivlan Zen sendiri merasa sebagai korban dari rekayasa.
Berkat keberanian seorang Kolonel (Purn) di depan Majelis Hakim seusai persidangan maka tergalang simpati dan dukungan agar Majelis Hakim memutuskan bebas kepada mantan Kepala Staf Kostrad tersebut.
Tercatat 800-an bahkan 1000 lebih purnawirawan baik perwira tinggi, perwira menengah maupun pangkat lain yang menyatakan dukungan pembebasan Mayjen Kivlan Zen.
Rintisan Kolonel TNI (Purn) Sugeng Waras tersebut berbuah kebersamaan para purnawirawan yang cukup mengejutkan. Menggambarkan semangat tinggi “old soldiers” untuk tetap berada di medan “tempur”.Membela teman seperjuangan. Mengingatkan sekaligus mungkin juga menampar para prajurit dan perwira aktif.
“The old soldiers never die, just fade away”.
Persoalan yang sering mengubah karakter para serdadu ini adalah dunia politik. Kekuasaan yang menyenangkan dan mengenyangkan karena dapat mengubah watak dari idealisme menjadi pragmatisme. Selalu ingin menjabat dan menjabat. Tak peduli lagi pada nasib dan penderitaan teman seperjuangan.
Teringat “pelesetan” ucapan Richard Nixon atas pernyataan Douglas Mc Arthur soal “old soldiers never die, just fade away” menjadi “politicians usually die, but never fade away”.
Serdadu yang jadi politisi banyak yang menjadi tercemar dan terpapar oleh virus “crowna” pragmatisme dan hedonisme.
Lupa akan barak masa lalu. (*)